Artikel ke-1.424
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 21 Januari 2023 lalu, kembali terjadi peristiwa yang memalukan dan memilukan di sebuah negara Eropa. Seorang politisi Swedia bernama Rasmus Paludan membakar salinan Al-Quran. Ini bukan aksinya yang pertama.
Aksi biadab Paludan ini memicu kecaman dari seluruh dunia. Inilah upaya kaum ekstrimis di Eropa melakukan provokasi terhadap umat Islam. Mereka membakar al-Quran dan juga beberapa kali melecehkan Nabi Muhammad saw dengan berbagai cara.
Betapa bodoh dan biadabnya kaum ekstrimis itu. Bagi umat Islam, aksi-aksi seperti ini semakin menguatkan keyakinan umat Islam akan kebenaran al-Quran, bahwa kaum kuffar itu tak pernah ridho dengan umat Islam dan kemudian melakukan tindakan keji tak berperikemanusiaan. (QS al-Baqarah: 120).
Allah SWT sudah memperingatkan umat Islam: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu, orang-orang yang berada di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya menimbulkan kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. Sungguh telah Kami terangkan kepadamu ayat-ayat (Kami), jika kamu memahaminya.” (QS Ali Imran: 118).
Tahun 2020 lalu, juga terjadi kasus pembakaran Al-Qur’an di kota Malmo, Swedia Selatan. Umat Islam pun tidak diam. Berbagai aksi digelar untuk menyampaikan protes. Organisasi Konferensi Islam mengimbau agar umat Islam bisa “menahan diri dan menghindari kekerasan”.
Belum reda kasus pembakaran al-Quran di Swedia itu, sebuah koran di Perancis, Charlie Hebdo, lagi-lagi melakukan pelecehan dan penghinaan terhadap Nabi Muhammad saw. Koran ini mencetak ulang karikatur Nabi Muhammad yang sangat menyinggung perasaan umat Islam.
Karikatur yang melecehkan Nabi Muhammad saw itu pertama kali dicetak oleh surat kabar Denmark Jyllands Posten. Charlie Hebdo, yang saat itu kurang dikenal di luar Prancis, secara rutin membuat karikatur para pemimpin agama dari berbagai agama dan menerbitkannya kembali segera setelah itu.
Sebagaimana kasus pembakaran al-Quran di Swedia, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa bukan tempatnya untuk memberikan penilaian atas keputusan majalah satir itu, dengan mengatakan Prancis memiliki kebebasan berekspresi.
Lanjut baca,