Artikel Terbaru ke-1.923
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Salah satu jasa besar KH Ahmad Dahlan bagi umat dan bangsa Indonesia adalah menyadarkan kita sebagai bangsa yang masih terjajah! Itu disebutkan dalam Keppres no. 657 tahun 1961, tentang dasar-dasar penetapan KH Ahmad Dahlan sebagai Pahlawan Nasional.
“KH. Ahmad Dahlan telah mempelopori kebangkitan ummat Islam untuk menyadari nasibnya sebagai bangsa terjajah yang masih harus belajar dan berbuat,” begitu petikan Keppres no. 657/1961 tersebut.
KH Ahmad Dahlan tidak mengangkat senjata melawan penjajah Belanda. Tapi, ia paham dan sadar, bahwa umat Islam sedang dijajah melalui pendidikan dan pemikiran. Ketika itu penjajah berusaha melemahkan umat Islam – bahkan mengkristenkan umat Islam – melalui jalan pendidikan.
Ratusan ribu anak-anak muslim yang bersekolah dan kuliah di sekolah-sekolah dan kampus model Barat dijauhkan dari agamanya. Para pelajar dan mahasiswa itu diiming-imingi dengan kesuksesan duniawi jika menjalani pendidikan model Barat.
Dan itu terbukti. Banyak lulusan sekolah Belanda mendapat kedudukan terhormat sebagai pegawai pemerintah kolonial dengan gaji tinggi. Tidak sedikit yang kemudian bersikap sinis terhadap agamanya sendiri dan malu menunjukkan identitasnya sebagai seorang muslim.
Meskipun banyak yang tahu bahwa yang memerintah adalah penjajah kafir, tetapi banyak sekali orang Indonesia – bahkan elite-elitenya – yang bangga mengenyam pendidikan sekuler di sekolah model Barat. Mereka bangga berbahasa Belanda. Yang tidak bisa berbahasa Belanda dianggap kurang ‘keren”; dianggap ilmuwan rendahan.
Bangsa yang kalah, menurut Ibn Khaldun, biasanya memang cenderung mengikuti tradisi bangsa yang menang atau unggul secara ilmu dan peradaban. Ketika peradaban Islam unggul selama ratusan tahun, bangsa Eropa pun bangga mengirimkan pelajar-pelajar mereka ke negeri-negeri muslim untuk belajar berbagai bidang ilmu.
Ki Hajar Dewantara pun sudah mengingatkan bahaya pendidikan model Barat yang hanya mendidik anak secara akal dan fisik saja. Tidak ada pendidikan adab dan kesusilaan, sehingga memunculkan sikap individualis dan materialis. Tak hanya itu, pendidikan model Barat pun hanya mendidik anak-anak untuk bisa menjadi buruh dan menjebak bangsa kita menjadi bangsa yang bergantung kepada Barat.
Haji Agus Salim termasuk tokoh nasional yang memilih anak-anaknya untuk tidak bersekolah di sekolah-sekolah Barat. Dalam buku “Manusia dalam Kemelut Sejarah” (LP3ES, 1994), Mr. Mohammad Roem, menulis satu artikel tentang Haji Agus Salim dengan judul: “Memimpin Adalah Menderita: “Kesaksian Haji Agus Salim.” Bahasa Belandanya: “leiden is lijden.”
Lanjut baca,
WASPADALAH PENJAJAHAN PEMIKIRAN DI PERGURUAN TINGGI (adianhusaini.id)