ANDAIKAN RA KARTINI BERTEMU PEREMPUAN-PEREMPUAN HEBAT DARI ACEH INI

ANDAIKAN RA KARTINI BERTEMU  PEREMPUAN-PEREMPUAN HEBAT DARI ACEH INI

 

Artikel ke-1.870

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Dalam sebuah perjalanan, saya sempat menonton film Kartini yang disutradai oleh Hanung Bramantyo. Film itu berhasil menggambarkan beratnya perjuangan RA Kartini dalam memperjuangkan hak-hak pendidikan untuk kaum perempuan. Karena itulah, perjuangan Kartini patut dijadikan sebagai inspirasi.

Sebuah resensi film mencatat, bahwa film ini berupaya memperkuat pandangan yang selama ini ada bahwa Kartini berjasa untuk perempuan di Indonesia. Kartini layak disebut sebagai tokoh yang menginspirasi semua orang, khususnya kaum muda zaman sekarang.

Kartini memiliki pemikiran mengapa perempuan tidak bisa belajar seperti laki-laki? Mengapa perempuan tidak memiliki kebebasan dalam melakukan sesuatu seperti halnya laki- laki? Berangkat dari pemikiran inilah ia ingin mendobrak tradisi bahwa sebenarnya perempuan wajib mendapatkan hak yang sama dengan laki-laki untuk sekolah setinggi-tingginya dan memiliki kebebasan setara. (https://formadiksi.um.ac.id/resensi-film-kartini/).

            Patut kita catat, bahwa RA Kartini lahir di Jepara Jawa Tengah pada 21 April 1879 dan meninggal pada tahun 1904, setelah melahirkan anak. Jadi, Kartini wafat diumur yang sangat muda, pada awal abad ke-20.  Jadi, di abad ke-20 itu, pendidikan di Jawa bagi perempuan masih sangat berat. Tapi, meskipun dididik dalam suasana feodal, Kartini memiliki cita-cita tinggi untuk memajukan kaum perempuan.

Atas jasa-jasanya itulah, Kartini  kemudian dikenang sebagai pejuang kemajuan perempuan. Surat-suratnya dikumpulkan dan diterbitkan dalam sebuah buku berjudul “Habis Gelap Terbitlah Terang.”  Dan patut disyukuri, di akhir hayatnya, Kartini sempat belajar agama kepada Kyai Sholeh Darat dari Semarang. Kiai Sholeh Darat adalah guru dari KH Hasyim Asy’ari dan KH Ahmad Dahlan.

Yang menarik dan patut kita renungkan adalah suasana kehidupan feodal di Jawa pada akhir abad ke-19 dan sampai awal abad-ke-20.  Situasi feodeal dan diskriminasi terhadap hak pendidikan perempuan di lingkungan RA Kartini itu, jauh sekali bedanya dengan situasi pendidikan di Aceh, pada abad ke-16 dan ke-17.

Kesultanan Aceh yang menjalankan ajaran Islam memiliki model pendidikan yang ideal untuk kaum laki-laki perempuan. Sebab, dalam Islam, mencari ilmu memang diwajibkan untuk setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan. Jadi, empat ratus tahun sebelum era RA Kartini, Kerajaan Aceh sudah berhasil meraih banyak kemajuan dalam pendidikannya, sehingga melahirkan banyak perempuan hebat.

Salah satu yang terkenal adalah Ratu Syafiatuddin di Aceh. Ia lahir sekitar tahun 1612-1613. Sebagai anak Sultan Iskandar Muda, Safiatuddin sudah mendapatkan pelajaran berbagai ilmu pengetahuan, seperti ilmu Tauhid, Ilmu sastra, ilmu tasawuf, dan sebagainya.

Dalam buku Jejak Sultanah Safiatuddin, karya Zulfata, (2015), dikisahkan, sejak umur 7 tahun, Safiatuddin sudah belajar pada ulama-ulama besar, seperti Syaikh Hamzah Fansuri, Seri Fakih Zainal Abidin Ibnu Daim Mansur, Syeikh Kamaluddin, dan ulama-ulama besar lainnya di Aceh.

Lanjut baca,

ANDAIKAN RA KARTINI BERTEMU PEREMPUAN-PEREMPUAN HEBAT DARI ACEH INI (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait