Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Menyimak berbagai pemberitaan tentang kondisi negeri kita saat ini, kita perlu melakukan banyak perenungan, istighfar, dan doa kepada Allah SWT. Semoga Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) akan selamat dan berjaya menjadi negeri muslim terbesar yang kuat. Sesama muslim bersaudara dalam iman. Sesama warga NKRI adalah bersaudara sebangsa.
Pasca Hijrah ke Madinah, Rasulullah saw mempersaudarakan antar-sesama muslim, mengajak seluruh warga Madinah untuk hidup di bawah naungan Konstitusi Madinah. Kaum Yahudi, misalnya, diberikan hak untuk menjalankan agama mereka, pendidikan mereka. Mereka juga memiliki hak dan kewajiban untuk mempertahankan negara Madinah.
Tentu saja, kaum muslim pasti menjadikan Rasulullah saw sebagai suri tauladan yang baik, dalam seluruh aspek kehidupan. Di Indonesia, para pendiri bangsa Indonesia telah merumuskan kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara dalam sebuah Konstitusi bernama UUD 1945.
Kiranya penting untuk kita simak kembali bagaimana para pendiri bangsa ini memaknai Pancasila, khususnya sila kedua. Dalam bukunya, Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila, (2002), Dr. Yudi Latif menjelaskan makna sila “Kemanusiaan yang adil dan beradab” menurut beberapa tokoh pendiri bangsa.
Menurut Bung Hatta: “Yang harus disempurnakan dalam Pancasila, ialah kedudukan manusia sebagai hamba Allah, yang satu sama lain harus merasa bersaudara. Oleh karena itu pula sila Kemanusiaan yang adil dan beradab langsung terletak di bawah sila pertama. Dasar kemanusiaan itu harus dilaksanakan dalam pergaulan hidup. Dalam segala hubungan manusia satu sama lain harus berlaku rasa persaudaraan. Persaudaraan itu menembus batas nasional, yaitu persaudaraan manusia antarbangsa, dan persaudaraan antarbangsa-bangsa dengan prinsip kesedarajatan manusia.”
Lanjut baca,