INI SEBABNYA ORANG KRISTEN MAKAN BABI DAN TIDAK BERSUNAT

INI SEBABNYA ORANG KRISTEN MAKAN BABI  DAN TIDAK BERSUNAT

 

Artikel ke-1.743

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Ada baiknya umat Islam memahami cara pandang kaum Kristen terhadap hukum Taurat. Begitu juga sebaliknya,  kaum Kristen perlu memahami posisi syariat Islam bagi umat Islam, yang memang berbeda dengan posisi hukum Taurat bagi  kaum Kristen.

Dengan mengikuti ajaran Paulus, kaum Kristen telah berlepas diri dari hukum Taurat dengan berbagai pertimbangan. Mereka kemudian merasa tidak lagi terikat secara tekstual dengan hukum-hukum yang tertera dalam Kitab mereka sendiri.

Dalam bukunya yang berjudul Syariat Taurat atau Kemerdekaan Injil? (Mitra Pustaka, 2008), Ir. Herlianto, seorang pendeta yang aktif menulis buku-buku Kristen,  menguraikan bagaimana kedudukan hukum Taurat bagi kaum Kristen saat ini. Dalam konsep Kristen, menurut Herlianto, keselamatan dan kebenaran bukanlah tergantung dari melakukan perbuatan hukum-hukum Taurat melainkan karena Iman dan Kasih Karunia dengan menjalankan hukum Kasih.

 Jadi, hukum Kasih itulah yang kemudian dipegang kaum Kristen. Hukum sunat (khitan), misalnya, meskipun jelas-jelas disyariatkan dalam Taurat, tetapi tidak lagi diwajibkan bagi kaum Kristen. ‘Sunat’ yang dimaksud, bukan lagi syariat sunat sebagaimana dipahami umat-umat para Nabi sebelumnya, tetapi ditafsirkan sebagai “sunat rohani”. (Rm. 2:29). (Herlianto, Syariat Taurat atau Kemerdekaan Injil? (Mitra Pustaka, 2008), hal. 16-17.)

Babi, misalnya, juga secara tegas diharamkan dalam Kitab Imamat, 11:7-8. Tetapi, teks Bibel versi Indonesia tentang babi itu sendiri memang sangat beragam, meskipun diterbitkan oleh Lembaga Alkitab Indonesia (LAI).

Dalam Alkitab versi LAI, tahun 1968 ditulis: “dan lagi babi, karena sungguh pun kukunya terbelah dua, ia itu  bersiratan kukunya, tetapi dia tiada memamah biak, maka haramlah ia kepadamu. Djanganlah kamu makan daripada dagingnya dan djangan pula kamu mendjamah bangkainya, maka haramlah ia kepadamu.”  

(Dalam Alkitab versi LAI tahun 2007, kata babi berubah menjadi babi hutan:Demikian juga babi hutan, karena memang berkuku belah, yaitu kukunya bersela panjang, tetapi tidak memamah biak, haram itu bagimu. Daging binatang-binatang itu janganlah kamu makan dan bangkainya janganlah kamu sentuh; haram semuanya itu bagimu.”).

Pada tahun yang sama, 2007, LAI juga menerbitkan Alkitab dalam Bahasa Indonesia Masa Kini, yang menulis ayat tersebut: “Jangan makan babi. Binatang itu haram, karena walaupun kukunya terbelah, ia tidak memamah biak. Dagingnya tak boleh dimakan dan bangkainya pun tak boleh disentuh karena binatang itu haram.”

Jika ayat-ayat Bibel itu dibaca dan dipahami secara literal, maka logisnya, binatang babi memang diharamkan. Tetapi, kaum Kristen mempunyai cara tersendiri dalam memahami kitabnya. Menurut Herlianto, Rasul Paulus telah memberikan pengertian hukum Taurat dengan jelas: “Tetapi sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat, sebab kita telah mati bagi dia, yang mengurung kita, sehingga kita sekarang melayani dalam keadaan baru dan bukan dalam keadaan lama menurut hukum-hukum Taurat.” (Rm. 7:6). (Ibid, hal. 20.)

Perbedaan antara Islam dan Kristen dalam masalah hukum agama, pernah disebutkan oleh Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI), misalnya dalam kasus hukum Perkawinan. Gereja Kristen berpegang bahwa “seluruh kepulauan Nusantara merupakan suatu kesatuan hukum dalam arti bahwa hanya ada satu hukum nasional yang mengabdi kepada kepentingan nasional.

Disebutkan oleh DGI, bahwa “gereja Kristen tidak mempunyai hukum perkawinan sendiri sebab ia berdasar kepada pemisahan yang tegas antara agama di satu pihak dan negara di pihak lain. Oleh sebab itu di dalam gereja tidak terdapat hukum atau undang-undang yang mengatur hubungan juridis mengenai hubungan suami-istri dalam agama tersebut. Dengan demikian, bagi para warga gereja, gereja menyerahkan pengaturan perkawinannya kepada undang-undang negara.”  

DGI juga mengakui, bahwa ada suatu hukum nasional yang menggantikan undang-undang yang ditentukan dalam agama Islam, maka Islam akan merasa terancam eksistensinya. Karena itu, umat Islam pasti dengan keras menolak peraturan semacam itu. (Lihat buku Jerih dan Juang, Laporan Nasional Survei Menyeluruh Gereja di Indonesia yang disusun oleh Dr. F. Ukur dan Dr. F.L. Cooley, (Jakarta: Lembaga Penelitian dan Studi DGI, 1979), hal. 408).

*****

Lanjut baca,

INI SEBABNYA ORANG KRISTEN MAKAN BABI DAN TIDAK BERSUNAT (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait