KETIKA HAJI AGUS SALIM BICARA TENTANG POLIGAMI, 86 TAHUN LALU

KETIKA HAJI AGUS SALIM BICARA TENTANG POLIGAMI, 86 TAHUN LALU

Artikel ke-1469 

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Perdebatan tentang poligami telah terjadi di Indonesia, jauh sebelum kemerdekaan tahun 1945. Tahun 1932, seorang wanita bernama Soewarni Pringgodigdo, menulis satu artikel tentang poligami di Koran ‘Suluh Indonesia Muda’  yang memberikan kritikan keras terhadap poligami. Menurut Soewarni, poligami adalah hal yang nista bagi wanita, dan bahwasanya Indonesia merdeka tak akan bisa sempurna, selama rakyatnya masih menyukai lembaga poligami.

            Tahun 1937, seorang cendekiawan Muslim Indonesia bernama Mr. Yusuf Wibisono, menulis sebuah buku berjudul “Monogami atau Poligami: Masalah Sepanjang Masa”. Aslinya, buku ini ditulis dalam bahasa Belanda dan diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Soemantri Mertodipuro pada tahun 1954. Karena tidak memiliki biaya, baru pada tahun 1980, buku Mr. Yusuf Wibisono ini diterbitkan.

            Yusuf Wibisono tidak berpoligami. Ia seorang tokoh Masyumi, tokoh ekonomi, keuangan dan perbankan. Ia pernah menjadi menteri keuangan pada 1951-1952 dan direktur sejumlah bank di Jakarta dan Yogya. Sebagai tokoh pers, dia adalah pemimpin redaksi Mimbar Indonesia. Jabatan penting lain yang pernah dipegangnya adalah rektor Universitas Muhammadiyah dan Universitas Tjokroaminoto. Tapi, hidupnya sangat bersahaja. Hingga istrinya meninggal, dia tidak memiliki rumah pribadi.

             Menariknya, buku Yusuf Wibisono itu diberi kata pengantar oleh Haji Agus Salim, seorang cendekiawan dan guru bangsa yang hebat. Dalam hal ini, ada baiknya kita membaca dengan cermat kata-kata Haji Agus Salim:

Akhir-akhir ini terlalu banyak dilancarkan propaganda agama Islam yang bersifat menonjolkan “persetujuan” pihak Islam terhadap moral dan etika Barat, malahan moral dan etika yang terang-terangan bernada “Kristen”, seperti yang lazim dianut di kalangan masyarakat Barat. Terlalu sering pula orang berusaha menyembunyikan ajaran-ajaran Islam yang tak cocok dengan anggapan Barat dengan jalan “Umdeutung”, dengan menggunakan tafsiran yang dicari-cari. Ya, bahkan menghukum ajaran-ajaran itu sebagai bid’ah dan kufur. Itulah caranya mereka mencoba supaya Islam bisa diterima kaum muda yang meskipun berasal dari keluarga Islam, tapi karena pendidikan Barat dan simpati-simpati serta kecenderungannya yang ke-Barat-baratan menjadi terasing dari agama Islam. Selain dari pada itu, propaganda itu ditujukan pula kepada orang-orang yang tidak beragama Islam.

Akan tetapi agama Islam sangat menyangsikan keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan cara-cara semacam itu. Sebab dengan jalan ‘’menyesuaikan’’ agama Islam dengan anggapan-anggapan yang lazim dan berlaku dalam dunia Barat yang umumnya bersifat prinsipil anti Islam, yaitu dunia Barat yang mendasarkan ‘’keunggulannya’’ kepada hal-hal yang berbeda dengan Islam – antara lain perundang-undangan perkawinan berdasarkan monogami – maka hilanglah pula tujuan tertinggi agama Islam. Padahal, untuk inilah Nabi terakhir diutus oleh TUHAN, untuk membimbing umat manusia dari kegelapan ke arah cahaya pengetahuan dan kebenaran. Dengan demikian, bukanlah anggapan-anggapan yang ada yang diuji dan disesuaikan dengan Islam, akan tetapi sebaliknya: Anggapan-anggapan itulah yang dipandangnya benar dan agama Islam diperiksa dari sudut anggapan-anggapan itu.’’

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/ketika-haji-agus-salim-bicara-tentang-poligami,-86-tahun-lalu

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait