Artikel ke-1.496
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tidak sedikit yang menyoal tentang makna “jihad melawan hawa nafsu” yang disebut sebagai jihad akbar. Sedangkan jihad melawan musuh yang menjajah negeri muslim disebut sebagai jihad ashghar (jihad kecil).
Sebenarnya, kedua bentuk jihad itu harus dilakukan secara terpadu, tidak bisa dipisahkan. Bahkan, perpaduan dua jenis jihad itu merupakan kunci kemenangan dalam perjuangan.
Tentang hadits "Raja'naa min jihadil asghar ilaa jihadil akbar", dalam kitabnya, Zuhud al-Kabir, hadits No. 373, Imam Baihaqi menyatakan, bahwa hadits itu tingkatannya dha'if. Adapun isnadnya adalah sebagai berkut: al-Baihaqi, 'Ali b. Ahmad b. Abdan, Ahmad b. Ubayd, Tamtan (Hatim b. Salim), Aisyah b. Ibrahim, Yahya b. Ya'la, al-Laith, 'Ala, Jabir. (Baihaqi, Zuhud al-Kabir, (Beirut: Mu'assasah al-Kutub al-Tsaqafiyyah, 1996), Vol 2 hlm. 165.
Kedudukan hadits seperti ini, sudah banyak dijelaskan oleh pakar hadits, seperti Ibn Shalah. Hadith dhaif tidaklah harus dibuang sama sekali. Yang jelas, hadits semacam ini tidak boleh dijadikan sebagai dasar penetapan hukum syar'iy. Dan Imam al-Ghazali telah melakukan hal itu.
Al-Ghazali menempatkan hadits ini dalam bab "ajaibul qalbi" dan bab "riyadhah al-nafs" dari Kitab Ihya' Ulum al-Din. Tetapi, dalam Ihya, ada hadits sahih tentang pentingnya jihad al-nafs, yang diriwayatkan Imam Tirmidzi: "Al-Mujahid man jahada nafsahu fi-Allah 'Azza wa-Jalla". (Lihat: Muhammad bin Muhammad al-Husayniy al-Zabidiy, Ithaf al-Saadah al-Muttaqiin bi al-Syarh Ihyaa' Ulum al-Diin, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah), hlm. 397, 657.
Imam al-Ghazali sangat memahami konsepsi jihad menurut fiqh, dalam arti "qitaal" (perang secara fisik). Satu manuskrip yang ditulis Syekh Ali al-Sulami (m. 1106) berjudul "Kitab al-Jihad" mengutip perkataan Imam al-Ghazali tentang jihad.
Syekh Ali b. Thahir al-Sulami an-Nahwi adalah seorang imam bermazhab Shafi‘i dari Damaskus. Ia adalah seorang yang aktif menggalang jihad melawan pasukan Salib melalui pertemuan-pertemuan umum pada 1105 (498 H), enam tahun setelah penaklukan Jerusalem oleh pasukan Salib.
Dalam Kitabnya itu, Ali al-Sulami mencatat, bahwa satu-satunya solusi yang dapat menyelamatkan wilayah-wilayah Muslim, adalah menyeru kaum Muslim kepada jihad. Ada dua kondisi yang harus disiapkan sebelumnya. Pertama, “reformasi moral” untuk mengakhiri “degradasi spiritual” kaum Muslim ketika itu.
Tahap kedua, penggalangan kekuatan Islam untuk mengakhiri kelemahan kaum Muslim yang telah memungkinkan pasukan Salib menguasai negeri-negeri Islam. Dalam kitabnya, al-Sulami menyebutkan dengan jelas tentang situasi saat itu dan stretagi untuk mengalahkan pasukan Salib.
Lanjut baca,