Artikel ke-1.493
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Menurut Prof. Syed Naquib al-Attas, masalah umat yang sangat mendasar adalah masalah bahasa. Para ulama di Nusantara, melahirkan dan menggunakan bahasa Melayu sebagai sarana penyebaran Islam. Caranya dengan melakukan Islamisasi Bahasa (Islamization of language).
Ada dua cara yang dilakukan: (1) Memasukkan kata-kata penting dalam Islam ke dalam kosa kata bahasa Melayu, seperti iman, Islam, adil, ilmu, taqwa, adab, hikmah, dan sebagainya. (2) memberikan makna baru terhadap kata-kata yang sudah memasyarakat, seperti kata sorga, neraka, pahala, dosa, dan sebagainya.
Jika proses Islamisasi dilakukan melalui Islamisasi bahasa, maka sebaliknya, proses de-Islamisasi juga dilakukan dengan merusak bahasa. Caranya, dengan memberikan makna yang keliru terhadap istilah-istilah penting dalam Islam, seperti merusak makna kata iman, ilmu, adil, hikmah, adab, dan sebagainya.
Rusaknya makna istilah-istilah penting itu berdampak besar pada pemahaman kaum muslimin terhadap agamanya. Mereka tidak paham terhadap makna-makna penting dalam Islam, seperti makna ilmu, adil, adab, pendidikan, kemajuan, dan sebagainya.
Inilah tugas penting para ulama dalam menjaga bahasa, yakni menjaga makna-makna penting dalam Islam. Tidak jarang, para ulama menghadapi tekanan berat dari penguasa yang memaksakan pemahaman tertentu. Gara-gara menolak mengikuti pendapat Mu’tazilah tentang kemakhlukan Al-Quran, Imam Ahmad bin Hanbal akhirnya dijebloskan ke dalam penjara selama 28 bulan oleh Khalifah al-Makmun.
Dua kakinya diikat dengan rantai besi, sehingga beliau harus shalat dalam keadaan kaki dirantai. Setiap hari beliau diinterogasi dan dipaksa meninggalkan pendapatnya yang bertentangan dengan paham Muktazilah. Tetapi, beliau terus menolak dan bertahan dengan pendapatnya yang shahih, meskipun terus mendapat cambukan. Imam Ahmad akhirnya meninggal dalam usia 77 tahun pada 241 Hijriah. Sekitar 600 ribu orang menghadiri pemakamannya.
Ulama adalah pewaris nabi yang paling bertanggung jawab terhadap keberlanjutan risalah kenabian. Maka, ulama harus menjaga bahasa dan ilmu, agar jangan rusak. Keteguhan dan ketinggian ilmu para ulama itulah yang berjasa besar dalam menjaga kemurnian agama Islam yang kita warisi dewasa ini.
Kerusakan ulama adalah kerusakan Islam. Ulama jahat adalah ulama yang kurang ilmu tetapi berani memberi fatwa atau ulama yang menjual agamanya untuk kepentingan dunia. Imam al-Ghazali dalam Kitabnya, Ihya’ Ulumuddin, memberikan penjelasan panjang lebar seputar bahaya ulama-ulama jahat, yang disebutnya sebagai ’ulama dunia’.
Rasulullah saw bersabda: ”Di akhir zaman akan ada para ahli ibadah yang bodoh dan para ulama yang jahat.” (HR at-Tirmidzi). Ulama adalah orang yang faqih fid-din, dan sekaligus orang yang bertaqwa kepada Allah. Tetapi, ulama yang jahil, ia lebih berbahaya bagi umat manusia.
Lanjut baca,