Artikel ke-1.475
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dalam bukunya, Tragedy and Hope, Prof. Carroll Quigley menulis, bahwa pada abad ke-19, muncul ideologi yang lebih menekankan sisi-sisi kebinatangan manusia. Pandangan ini, misalnya, dimotori oleh Charles Darwin yang karyanya menekankan bahwa hakikat manusia itu sama dengan binatang.
Pandangan itu juga digaungkan oleh Sigmund Freud melalui karya-karyanya yang didominasi aspek seksual sebagai motivasi tindakan manusia. (This newer ideology was found in the nineteenth century and may be regarded as one which emphasized man’s freedom, to indulge his more animal-like aspects…). Jadi, tulis Prof. Quigley, ideologi yang baru yang muncul abad ke-19 ini sangat menekankan “kebebasan manusia”, untuk memanjakan sisi-sisi kebinatangannya. (Tragedy and Hope, 1998:832).
Dalam al-Quran, digambarkan satu kaum yang sangat menekankan aspek materialisme, yaitu kaum Yahudi. Kaum ini digambarkan sebagai kaum yang berlebihan dalam memuja kehidupan dunia. Mereka begitu tamak terhadap kehidupan dunia. (QS 2:96). Pun, mereka hanya mau menerima ilmu yang empiris (ilmu yang dihasilkan dari panca indera). Kata mereka kepada Nabi Musa a.s.: “Ingatlah ketika kalian berkata, wahai Musa, kami tidak akan pernah beriman kepadamu sampai kami melihat Allah secara nyata.” (QS 2:55).
Dominasi kaum Yahudi dalam peradaban Barat modern saat ini tidaklah diragukan lagi. Seorang pakar psikologi AS bernama Prof. Kevin McDonald, dalam bukunya The Culture of Critique, menyimpulkan bahwa, gerakan intelektual abad ke-20, -- yang sebagian besar didirikan dan dipimpin oleh orang-orang Yahudi – ‘have changed European societies in fundamental ways and destroyed the confidence of Western man.”
Jadi, kata Prof. Kevin McDonald, gerakan intelektual Yahudi itu telah menghancurkan rasa percaya diri manusia-manusia Barat. Maknanya, bagi orang Barat saja, tidak mudah untuk menghindarkan diri dari pemikiran dan kelakuan Yahudi.
Bagi kita, kaum Muslim, tentu ingat peringatan Allah SWT: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan pernah ridha kepadamu sampai kamu mengikuti agama mereka.” (QS al-Baqarah: 120).
Sejarah bangsa-bangsa Barat yang mengalami trauma dominasi agama akhirnya memilih pandangan hidup sekuler, yang menyingkirkan Tuhan dan agama dalam kehidupan mereka. Dalam seluruh aspek kehidupan, mereka menolak diatur oleh agama lagi. Termasuk dalam bidang pendidikan. Tapi, justru dengan meninggalkan Tuhan dan agama (Kristen), mereka mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Worldview (pandangan hidup) yang berhenti pada aspek dunia, kini dan saat ini, itulah yang disebut sebagai worldview sekuler. Manusia di Barat tak lagi bersemboyan “memento mori” (aku ingat mati), tetapi bersemangat “carpe diem” (nikmatilah hari ini); nikmati dunia, hari ini, kini, dan saat ini! Persetan dengan kehidupan nanti! Hidup hanya berputar-putar seputar syahwat. “Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang dan mereka makan seperti makannya binatang.” (QS 47:12).
Lalu, hawa nafsu pun diangkat sebagai Tuhan (ilah). “Tidakkah kamu perhatikan orang yang menjadikan hawa nafsu sebagai Tuhannya. Maka Allah menyesatkannya atas ilmunya, dan Allah menutup hati, dan pendengarannya, dan Allah menjadikan hijab pada pandangannya…” (QS 45:23).
Ciri peradaban Barat modern, menurut Prof. Naquib al-Attas, adalah “deity humanised man is deified”. Tuhan dimanusiakan dan manusia mengangkat dirinya menjadi Tuhan. Maksudnya, manusia merasa berhak mengatur diri dan hidupnya sendiri, tanpa campur tangan Tuhan.
Lebih parah lagi, ajaran-ajaran Tuhan dirusak, diganti dengan pemikiran-pemikiran mereka sendiri. Kitab-kitab mereka ditafsirkan menurut selera mereka, sampai-sampai berani menghalalkan dan melegalkan perkawinan sesama jenis yang selama ratusan tahun jelas-jelas dilaknat oleh agama mereka sendiri.
Lanjut baca,