Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Sejarah Kristen Eropa menunjukkan, otoritas Gereja pernah menghukum ilmuwan seperti Galileo Galilei (1564-1642), karena mengekspose teori “heliocentric”, bahwa matahari adalah pusat tata surya. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan hegemoni kekuasaan Gereja – yang mempunyai doktrin infallibility (tidak pernah salah) karena merupakan wakil Kristus di muka bumi.
Sampai abad ke-17, Gereja masih tetap berusaha mempertahankan posisi hegemoninya, sehingga berbagai hal yang dapat menggoyahkan otoritas dan legitimasi Gereja, dianggap sebagai “heresy” (kafir) dan dihadapkan ke Mahkamah Inquisisi (Pengadilan Gereja) yang sangat keras dalam menghukum para terpidana.
Salah satu korban inquisisi yang terkenal terjadi pada ilmuwan Galileo Galilei. Pada 19 Januari 1616, Galileo membuat dua pernyataan: (1) matahari adalah pusat galaksi dan (2) bumi bukanlah pusat tata surya. Pernyataan Galileo itu mengejutkan pihak Gereja yang ketika itu memegang kekuasaan tertinggi dalam sistem kehidupan di Eropa.
Pada 24 Februari 1616, sekelompok pakar teologi yang dibentuk oleh Tahta Suci Vatikan (Holy Office) menyatakan, bahwa teori Galileo itu bertentangan dengan Bible. Maka, Paus Paulus V, meminta Cardinal Bellarmine untuk memperingatkan Galileo.
Tetapi, Galileo membandel. Pada 1632, Galileo kembali mengajarkan teorinya itu. Maka, pada 16 Juni 1633, Galileo diinterogasi karena dipandang melakukan kesalahan dalam Teologi, dengan menyebarkan teori “heliocentric”. Ia diundang ke Roma dan dipaksa oleh Mahkamah Inquisisi untuk mencabut teorinya dan mengikuti doktrin Gereja bahwa bumi adalah pusat tata surya.
Di depan Inquisitor, Galileo akhirnya ‘bertobat; dan berjanji tidak akan menyebarkan lagi teori heliosentrisnya itu. Di depan Mahkamah Gereja itu, Galileo menyatakan akan menghapus semua opini yang salah, bahwa matahari adalah pusat dari jagad raya dan tidak bergerak, dan bahwa bumi bukanlah pusat jagad raya dan bergerak. Ia berjanji tidak akan mempertahankan atau mengajarkan doktrin yang salah tersebut, dalam bentuk apa pun, secara verbal atau melalui tulisan. (Lihat, Robert Lomas, The Invisible College, (London: Headline Book Publishing, 2002; Juga, Father William G. Most, Catholic Apologetics Today, (Rockford: Tan Books and Publisher Inc., 1986).
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/mengenang-kisah-galileo-galilei