Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tanggal 8-12 Juni 2020, saya dijawdwalkan mengisi kuliah di Attaqwa College (Atco) Depok tentang Peradaban Barat dan pengaruhnya terhadap ilmu dan pendidikan di Indonesia. Kuliah itu juga diikuti oleh sekitar 60 orang yang berstatus sebagai mahasiswa audit. Mereka bukan mahasiswa tetap At-Taqwa College. Mereka menyimak kuliah melalui zoom, tanpa harus mengikuti ujian dan menulis makalah.
Kajian Peradaban Barat termasuk mata kuliah pokok yang harus diambil oleh mahasiswa Atco. Sebab, memahami peradaban Barat dengan komprehensif adalah hal yang sangat penting bagi setiap muslim. Selama ratusan tahun, peradaban Barat telah memimpin umat manusia, meraih banyak kemajuan, tetapi sekaligus juga menimbulkan dampak serius bagi kelangsungan hidup manusia.
Tidaklah mengherankan, jika banyak orang di kalangan muslim yang silau menatap kemajuan peradaban Barat. Lalu, mereka berpikir, umat Islam akan meraih kemajuan, jika menjiplak peradaban Barat. Abdullah Chevdet (1869-1932), ideolog Gerakan Turki Muda di Turki menyatakan, bahwa di dunia ini hanya ada satu peradaban (yang unggul), yakni peradaban Eropa. Karena itu, katanya, kita harus mengambil peradaban Barat secara total. Ibarat mengambil pohon mawar; ambil bunga dan durinya sekaligus. Kata tokoh sekuler Turki itu: “There is only one civilization, and that is European civilization. Therefore, we must borrow western civilization with both its rose and its thorn.”
Di Indonesia, tidak sedikit pula orang yang berpikir seperti Chevdet. Sadar atau tidak. Banyak yang menganggap hanya dengan menjiplak peradaban Barat saja, maka suatu umat atau bangsa akan meraih kemajuan. Di Indonesa, pandangan seperti ini pernah dikemukaka oleh filosof dan budayawan Sutan Takdir Alisjahbana (STA) melalui artikelnya yang bertajuk ”Menuju Masyarakat dan Kebudayaan Baru”, di Majalah Pujangga Baru, edisi Agustus 1935.
lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/bagaimana-bersikap-adil-terhadap-peradaban-barat
