Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 20 April 2022 lalu, saya berkesempatan mengisi ceramah di Masjid Kampus Universitas Gajah Mada (UGM), Yogyakarta. Pada kesempatan itu, saya banyak mendengar kisah seputar respon jamaah terhadap ceramah tarawih Dr. Anies Baswedan di Masjid Kampus UGM, beberapa hari sebelumnya. Saya pun sempat menyimak video ceramah Anies Baswedan di youtube channel.
Tampak dalam video, Masjid Kampus UGM dipadati oleh ribuan jamaah yang dengan antusias menyambut kehadiran dan ceramah Gubernur DKI Jakarta tersebut. Sebagian sudah meneriakkan kata-kata “Anies Presiden”. Peristiwa seperti ini sudah terjadi di berbagai daerah. Kehadiran Anies disambut dengan antusias; digadang-gadang sebagai calon presiden yang diharapkan akan mampu membawa Indonesia menuju kondisi lebih baik di masa mendatang.
Tentu saja, umat Islam Indonesia berharap, Presiden 2024-2029 adalah seorang yang ideal, yang mampu mengatasi berbagai persoalan bangsa yang pelik. Beberapa hal penting adalah masalah keterbelahan atau disintegrasi sosial yang masih terasa. Berbagai ekspresi kebencian antar sesama warga bangsa masih cukup banyak mewarnai jagad media sosial.
Dalam hal ini diperlukan pemimpin negara yang berjiwa integratif dan mampu melakukan konsolidasi berbagai potensi bangsa. Yang diutamakan dalam hal ini adalah kemampuan komunikasi dan lobi politik kelas tinggi. Anies adalah sosok yang sudah dimaklumi kemampuannya dalam soal ini. Pengalamannya sebagai Menteri Pendidikan dan juga Gubernur DKI tentu menjadi bekal penting dalam memimpin negara Indonesia.
Berbagai lembaga survei masih menempatkan Anies Baswedan sebagai salah satu calon Presiden unggulan, disamping nama Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Tentu, kalangan ulama dan pimpinan organisasi Islam sudah cukup akrab dengan sosok Anies Baswedan. Selain kakeknya yang juga seorang pejuang dan pahlawan kemerdekaan, Anies juga memiliki latar belakang sebagai aktivis organisasi Islam.
Meskipun begitu, umat Islam juga tidak perlu menjadikan calon Presiden lain selain Anies Baswedan sebagai “musuh”. Tugas umat Islam yang utama adalah berdakwah; melanjutkan amanah risalah kenabian. Siapa pun presidennya, tugas dakwah itu harus terus berjalan. Dakwah ditujukan kepada semua pihak, baik para pemimpin negara atau pun kepada rakyat pada umumnya. Apalagi, semua calon Presiden yang menonjol peluangnya adalah orang-orang muslim.
Bahkan, tahun 2024 menjadi momentum penting bagi umat Islam untuk memainkan peran sebagai “perekat NKRI”. Umat Islam harus menjadi kekuatan utama untuk menjaga keutuhan NKRI, dengan cara menjalin komunikasi yang baik dengan berbagai potensi bangsa. Siapa pun presiden Indonesia 2024-2029, diharapkan memainkan politik yang integratif; merangkul dan memadukan segenap potensi dan kekuatan untuk memajukan kehidupan bangsa dan mengangkat martabat negara Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia.
Jika calon andalan umat Islam memenangkan pilihan presiden pada tahun 2024, maka sang presiden dan umat Islam tidak boleh bersikap jumawa atau sombong dengan menghina atau melecehkan pihak yang kalah dalam pilpres. Rasulullah saw memberikan teladan yang tinggi ketika memasuki Kota Mekkah dalam peristiwa Futuh Makkah. Akhlak yang mulia itulah yang menarik banyak masyarakat Arab untuk berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam.
Lanjut baca,