PEMBARUAN DALAM ISLAM TIDAK MUNGKIN MEMUNCULKAN AGAMA BARU

PEMBARUAN DALAM ISLAM TIDAK MUNGKIN  MEMUNCULKAN AGAMA BARU

 

Artikel ke-1.472

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

“Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini di penghujung setiap seratus tahun orang yang ‘memperbarui’ agama untuk umat.” Innallaaha yab’atsu lihazhihi al-ummah ‘ala ra’si kulli miati sanatin man yujaddidu lahaa diinahaa. (HR Abu Dawud)

 

            Dalam disertasi doktornya di Universitas Indonesia, Dr. Rifyal Ka’bah banyak membahas tentang masalah tarjih, tajdid, dan ijtihad di Muhammadiyah. Ia mencatat, bahwa pada dasarnya, tajdid menurut Muhammadiyah, ialah ‘Kembali kepada pemahaman yang benar.”

            Rumusan dari rekomendasi Keputusan Muktamar Tarjih Muhammadiyah XXII di Malang, tahun 1989: Tajdid memiliki dua makna: 1. pembaharuan yang bermakna mengembalikan kepada keaslian/kemurniannya, yaitu bila tajdid itu sasarannya mengenai soal yang mempunyai sandaran dasar, landasan dan sumber yang tidak berubah/abadi. 2. pembaharuan yang bermakna modernisasi, yaitu bila sasarannya mengenai soal-soal yang tidak mempunyai sandaran, dasar, landasan, dan sumber yang tidak berubah-ubah/abadi, seperti metode, sistem, taktik, strategi dan lain-lain yang seperti itu, untuk selalu disesuaikan dengan situasi dan kondisi serta ruang dan waktu.

            Tim PP Muhammadiyah Majlis Tarjih, Tanya Jawab Agama III (Yogyakarta: Penerbit Suara Muhammadiyah, 1995), menjelaskan pengertian tajdid:

  1. Dari segi bahasa, tajdid berarti pembaharuan.
  2. Dari segi istilah, tajdid berarti: 1. pemurnian, 2. peningkatan, pengembangan, modernisasi dan yang semakna dengannya. Yang dimaksud dengan pemurnian, ialah pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan dan bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah ash-shahihah, maksudnya maqbulah yakni yang dapat diterima sebagai hujjah syar’iyyah. Yang dimaksud dengan pengembangan, peningkatan, modernisasi dan yang semakna dengannya itu adalah penafsiran, pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada al-Quran dan as-Sunnah shahihah. Selanjutnya untuk melaksanakan kedua arti tajdid di atas, diperlukan aktualisasi akal pikiran yang cerdas dan fitri, serta akal budi yang bersih, yang dijiwai oleh Ajaran Islam. Menurut Persyarikatan Muhammadiyah, tajdid merupakan salah satu watak dari Ajaran Islam.

            Rifyal Ka’bah memberi catatan: Bahwa bagi Muhammadiyah, tajdid (renewel) bukanlah penciptaan yang baru dari tiada, tetapi pemunculan sesuatu yang telah dilanda zaman dalam bentuk aslinya, yang mirip dengan renovasi sebuah bangunan bersejarah. Bagian-bagian yang telah hilang atau hancur dibentuk kembali sesuai wajah asli seperti ketika dibangun pertama kali. Renovasi sebenarnya jauh lebih sulit dari pembangunan baru. Bangunan yang sudah berubah bentuk dapat direkonstruksi bila terdapat gambaran lama yang masih asli. Inilah sebuah problema tajdid Islam dalam konteks sejarah modern, khususnya organisasi seperti Muhammadiyah yang bertekad untuk menjadi organisasi pembaharu; yaitu usaha bagaimana memunculkan  sosok Islam asli dalam baju modern. (Lihat, Dr. Rifyal Ka’bah, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta: Universitas Yarsi Jakarta, 1999), hal. 111-115.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/pembaruan-dalam-islam-tidak-mungkin--memunculkan-agama-baru

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait