SEBAIKNYA PROFESOR BUDI SEGERA KLARIFIKASI DAN MINTA MAAF

SEBAIKNYA PROFESOR BUDI SEGERA KLARIFIKASI DAN MINTA MAAF

 

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Dalam beberapa hari ini, dunia media sosial masih diramaikan dengan rangkaian kritik-kritik tajam terhadap salah satu cuitan Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwokartiko tentang “kerudung” dan “manusia gurun”. Banyak yang menilai ungkapan sang profesor itu sebagai rasis dan ungkapan kebencian.

            Diantara isi cuitannya, ia membanggakan bahwa penerima beasiswa LPDP yang hebat-hebat itu: “…. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata2nya juga jauh dari kata2 langit:insaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi2 di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Dan kebetulan dari 16 yang saya harus wawancara, hanya ada 2 cowok dan sisanya cewek. Dari 14,  ada 2 tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita tanpa karya teknologi.”

            Setelah mendapatkan berbagai kritikan dan kecaman, Prof. Budi akhirnya mengakui bahwa itu memang tulisannya. Namun, ia mengaku tidak berniat merendahkan wanita yang berhijab. Menurutnya, tulisannya itu juga sebatas opini pribadi dan tak mewakilkan dirinya sebagai rektor. "Itu adalah opini pribadi saya ya, tidak sebagai rektor. Maksud saya tidak ingin merendahkan orang yang pakai jilbab atau diskriminasi tidak ada maksud itu.

Memang, frase tulisannya yang menjadi sorotan tajam adalah: "Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind.”

(https://jakarta.suaramerdeka.com/pendidikan/pr-1343333780/dihujat-warganet-yang-dianggap-rasis-rektor-itk-akhirnya-buka-suara?page=2).

            Itulah fakta tulisan dan bantahan dari Prof. Budi. Para netizen kemudian menelusuri berbagai jejak digital tulisan sang profesor. Tampaklah kemudian bagaimana corak dan pola pikirnya selama ini. Tampaknya, ungkapan sang profesor ini memang terkait dengan persepsinya tentang keagamaan, khususnya tentang agama Islam.

            Lalu, bagaimana menyelesaikan masalah ini? Sebaiknya pihak yang berwenang, dalam hal ini adalah pihak Kemendikbud Ristekdikti membentuk Tim Independen untuk menelusuri dan mengklarifikasi soal cuitan Profesor yang sangat meresahkan itu. Sebab, memang sedang muncul keresahan di kalangan umat Islam, bahwa selama ini sudah ada cara pandang yang diskriminatif terhadap para calon penerima beasiswa LPDP yang berlatar belakang aktivis Islam.

Muslimah berjilbab merupakan salah satu indikator yang patut ditolak. Cuitan Profesor Budi seolah-olah membenarkan desas-desus yang beredar selama ini bahwa praktik diskriminasi itu memang ada. Apalagi, dunia media sosial masih belum hilang dari ungkapan-ungkapan kebencian kepada hal-hal yang berbau Arab, seperti yang dialami oleh seorang politisi PSI.

Tim Independen kasus Prof. Budi ini diperlukan untuk menjernihkan masalah ini. Jika memang ditemukan kesalahan, sebaiknya Prof. Budi meminta maaf dan menarik kata-katanya yang sudah meresahkan. Bantahan yang disampaikannya di sejumlah media masih belum mampu menjernihkan masalah ini. Memang ada sebagian pihak yang mengadukan masalah ini ke kepolisian.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/sebaiknya-profesor-budi-segera-klarifikasi-dan-minta-maaf

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait

Tinggalkan Komentar