Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada kuliah Pendidikan Islam dan Pemikiran Islam sesi ke-4 di Attaqwa College Depok, saya membahas topik ”Memahami Konsep Pendidikan dari al-Quran Surat Luqman ayat 12-19”. Pelajaran pertama Luqman pada anaknya adalah: ”Wahai anakku jangan menyekutukan Allah. Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang besar!” (QS 31:13).
Dosa syirik adalah kejahatan terbesar manusia kepada Allah. Sebab, ia telah berlaku zalim kepada Tuhan; bukan hanya zalim kepada sesama makhluk. Karena itu, memahami masalah kemusyrikan ini termasuk hal yang wajib bagi setiap muslim, agar bisa terhindar dari dosa terbesar ini.
Rasulullah saw mengajarkan doa agar terhindar dari dosa syirik: “Ya Allah, aku meminta perlindungan kepada-Mu dari perbuatan menyekutukan Engkau dengan sesuatu, sedangkan aku mengetahui hal itu. Dan aku meminta perlindungan kepada Engkau dari tindakan menyekutukan-Mu dengan sesuatu dan aku tidak tahu.” (Allahumma inni a’udzubika min an usyrika bika syaian wa ana a’lamu; wa a’udzubika min an usyrika bika syaian wa ana laa a’lamu).
Dalam buku berjudul Kemusyrikan Menurut Madzhab Syafii karya Dr. Muhammad Abdurrahman al-Khumais (diterjemahkan oleh Prof. Ali Musthafa Ya’qub) disebutkan sejumlah definisi syirik menurut sejumlah ulama mazhab Syafii. Menurut al-Raghib al-Asfahani, “Syirik yang dilakukan manusia dalam agama itu ada dua macam. Pertama, syirik besar, yaitu menetapkan adanya sekutu bagi Allah, dan ini merupakan kekafiran yang terbesar. Kedua, adalah syirik yang samar (tidak jelas) dan kemunafikan.”
Al-allamah Ali as-Suwaidi al-Syafii berkata: “Ketahuilah, bahwa syirik itu adalah terjadi di Rububiyah, dan adakalanya terjadi di Uluhiyyah. Yang kedua ini dapat terjadi di dalam I’tiqad (keyakinan), dan juga dapat terjadi di dalam mu’amalat khusus dengan Allah.”
Imam Ahmad bin Hajar Ali Buthami al-Syafii mengingatkan bahwa iman itu bercabang-cabang, demikian juga dengan kekafiran dan kemusyrikan. Apabila orang menjalankan cabang-cabang iman tetapi juga menjalankan cabang-cabang kemusyrikan, maka ia disebut musyrik. Iman seseorang tidak akan diterima oleh Allah apabila hanya separuh-separuh; separuh iman, separuh kafir. Ia wajib tunduk seraya meyakini terhadap apa yang disebutkan oleh al-Quran dan dibawa oleh Rasulullah saw, serta mengamalkannya. Orang yang beriman kepada sebagian ajaran al-Quran dan tidak beriman kepada sebagian yang lain, maka dia termasuk kafir. Allah memperingatkan tentang orang-orang seperti ini: “Orang-orang kafir itu mengatakan: “Kami beriman kepada sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain), serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman dan kafir). (QS An-Nisa : 150).
Lanjut BACA, http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/belajar-dari-wabah-corona:--jangan-bangga-dengan-kemusyrikan