Artikel Terbaru ke-2.146
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Kapan saja umat Islam meninggalkan sikap wasathiyah, maka umat Islam akan mengalami kehinaan dan kehancuran. Sejak Hijrah Nabi tahun 622 M, grafik peradaban Islam terus menaik. Tahun 636 M, umat Islam sudah mengungguli peradaban Romawi. Kota Yerusalem dibebaskan dan dibangunlah satu peradaban baru yang damai dan bermartabat.
Belum genap 100 tahun dari Hijrah Nabi, tahun 711 M, umat Islam sudah membangun peradaban baru di bumi Eropa. Spanyol dipimpin oleh kaum muslimin selama hampir 800 tahun. Andalusia menjadi pusat peradaban yang mengagumkan. Bukan hanya Islam mengalami kejayaan, tetapi kaum Yahudi pun mengakui, zaman keemasan Islam di Spanyol itu adalah zaman keemasan Yahudi.
Benar saja! Tahun 1492, benteng terakhir kaum Muslim di Granada jatuh. Musibah besar menimpa umat Islam dan Yahudi. Mereka diultimatum untuk memilih satu diantara tiga pilihan: berganti agama, keluar dari Spanyol, atau mati. Maka, dunia menyaksikan kekejaman demi kekejaman yang dilakukan penguasa Katolik.
Tahun 1453, umat Islam membebaskan Kota Konstantinopel. Satu generasi hebat dipimpin Muhammad al-Fatih berhasil melakukan kerja spektakuler dalam membangun peradaban tinggi di Konstantinopel. Kolaborasi ulama-ulama hebat dengan penguasa hebat menghasilkan prestasi peradaban yang tinggi.
Dalam kurun waktu yang panjang, mulai 622-1453, umat Islam mengalami dua kali bencana peradaban. Pertama, tahun 1099-1187. Ketika itu Yerusalem ditaklukkan bangsa Eropa dan umat Islam mengalami pembantaian besar-besaran. Kedua, tahun 1258 ketika Baghdad dikuasai dan diluluhlantakkan bangsa Mongol.
Jika dicermati, dua bencana peradaban itu justru terjadi ketika umat Islam berada di puncak penguasaan sains, teknologi, dan ekonomi. Umat Islam merupakan umat yang paling pinter, paling kaya, dan paling maju peradaban materinya. Akan tetapi, justru ketika itulah umat Islam mengalami bencana peradaban.
Bencana itu bermula ketika umat Islam terjebak dalam pandangan dan sikap ekstrim terhadap dunia. Mereka tidak lagi mengutamakan kehidupan akhirat dan sudah meninggalkan jihad fi-sabilillah. Penyakit cinta dunia merebak di tengah ulama, penguasa, dan masyarakat luas.
Banyak orang mencari ilmu, tetapi salah niat dan tujuan. Mencari ilmu bukan untuk mengenal Allah dan menjadi orang baik. Dunia tidak dipandang sebagai tempat mencari bekal untuk kehidupan akhirat. Tapi, dunia dijadikan sebagai tujuan untuk melampiaskan hawa nafsu sepuas-puasnya.
Apa yang terjadi?
Lanjut baca,