Artikel Terbaru ke-2.114
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dalam berbagai kesempatan diskusi, muncul ajakan untuk menerapkan ajaran Islam secara kaffah. Syariat Islam harus dilaksanakan secara sempurna, semuanya. Dan itu hanya bisa dilakukan oleh negara. Perjuangan menegakkan Islam secara kaffah ini harus dilakukan secara politik. Begitu ajakan yang berulangkali disampaikan dan mungkin sering kita dengar.
Sebenarnya, jika kita telaah dalam sejarah perjuangan umat Islam Indonesia, gagasan semacam itu bukan hal baru. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga di berbagai dunia Islam lainnya. Banyak organisasi Islam didirikan untuk mewujudkan cita-cita yang ideal tersebut.
Di Indonesia, kita bisa melihat perdebatan di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Para tokoh Islam menyampaikan gagasan agar negara merdeka nantinya diatur oleh agama Islam. Kita bisa menyimak pidato para tokoh Islam di BPUPK, seperti KH Sanusi, Ki Bagus Hadikusumo, dan sebagainya. Ada sebagian kalangan yang berjuang menempuh jalan lain untuk menerapkan ajaran Islam di Indonesia.
Para ulama dan umat Islam merasa telah mempertaruhkan jiwa, harta, dan ilmu untuk mengusir penjajah kafir. Maka, tidak ada salahnya jika mereka menuntut agar negara merdeka nantinya diatur oleh agama Islam. Itu logika yang berkembang di kalangan banyak tokoh dan ulama Islam. Sementara itu, tidak ada pemeluk agama lain yang menuntut seperti itu, karena tidak memiliki konsep syariat yang menyeluruh seperti konsep syariat Islam.
Itulah cita-cita para ulama Islam terdahulu. Tetapi, faktanya, program sekularisasi penjajah telah berhasil melahirkan banyak tokoh yang tidak setuju jika Indonesia merdeka diatur oleh agama Islam. Mereka menuntut agar Indonesia merdeka nanti tidak diatur oleh agama Islam. Dengan kata lain, mereka menolak Islam dijadikan sebagai dasar negara.
Maka, dicapailah kesepakatan dalam bentuk Piagam Jakarta. Akhirnya, kesepakatan ini pun diminta diubah. Presiden tidak harus beragama Islam dan “Tujuh Kata” dicoret, diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa. Karena kuatnya tekanan internal dan eksternal ketika itu dan kesamaan tekad untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan, maka para ulama dan tokoh Islam “menerima” tekanan tersebut.
Semua itu sudah menjadi bagian dari sejarah, dan kita tidak patut menyalahkan para pejuang yang hebat yang telah menerima keputusan tersebut. Bisa dikatakan, hampir seluruh kekuatan umat Islam Indonesia bersepakat menempuh jalur perjuangan sebagaimana dilakukan oleh KH Hasyim Asy’ari, KH Ahmad Dahlan, HOS Tjokroaminoto, Kasman Singodimedjo, Mohammad Natsir, Sjafruddin Prawiranegara, dan sebagainya. Dalam kondisi yang sangat pelik, mereka semua tetap berusaha mempertahankan kemerdekaan dan menjaga keutuhan NKRI.
NKRI adalah negara yang telah disepakati berdirinya oleh para tokoh Islam bersama-sama dengan berbagai komponen bangsa lainnya. Itulah jalan yang paling memungkinkan dan paling maslahat untuk dilakukan. Para tokoh dan ulama Islam memilih jalan dakwah untuk terus berupaya menyadarkan berbagai komponen bangsa lainnya agar tidak alergi dengan ajaran-ajaran Islam.
Lanjut baca,