INILAH HEBATNYA PAK NATSIR:   MEMILIH JADI GURU PEJUANG DARIPADA KULIAH FORMAL

INILAH HEBATNYA PAK NATSIR:    MEMILIH JADI GURU PEJUANG DARIPADA KULIAH FORMAL

 

Artikel Terbaru ke-1.875

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Cerita tentang keteladanan Mohammad Natsir seperti tiada habis-habisnya. Baik, ia sebagai murid, sebagai guru, pengelola lembaga pendidikan, sebagai dai, atau pun sebagai negarawan. Salah satu kehebatannya adalah pengorbanannya dalam perjuangan dengan memilih menjadi guru ketimbang melanjutkan pendidikan dengan kuliah formal di Perguruan Tinggi pemerintah Kolonial Belanda.

Meskipun tidak kuliah formal, dan hanya memiliki ijazah SMA, Mohammad Natsir dikenal sebagai ilmuwan pejuang yang hebat. Natsir yakin, pendidikan adalah kunci kebangkitan suatu bangsa. Dan kuncinya, terletak di tangan para guru. Karena itulah, ia setuju dengan pendapat Dr. G. Nieuwenhuis:”Suatu bangsa tidak akan maju, sebelum ada di antara bangsa itu segolongan guru yang suka berkorban untuk keperluan bangsanya.”

            Untuk menjadi guru yang baik, setelah lulus SMA,  Natsir terjun langsung menjadi guru. Dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi, Bung Karno memuji Mohammad Natsir, sebagai dai yang bermutu tinggi, karena menulis satu buku berbahasa Belanda dengan judul Komt tot het gebed (Marilah Shalat).

            Pilihan Mohammad Natsir untuk menjadi guru setelah lulus SMA terbukti sebagai pilihan yang tepat. Tapi, keputusan itu diambilnya, setelah mendapat restu dari orang tuanya. Padahal, Natsir mendapat kesempatan untuk melanjutkan kuliah di Jakarta atau Belanda dengan beasiswa.

Lulus SMA Belanda tahun 1930 dengan nilai tinggi, Natsir memang berhak melanjutkan kuliah di Fakultas Hukum di  Batavia (Jakarta). Itu sesuai dengan keinginan orang tuanya, agar ia menjadi Meester in de Rechten. Ia juga bisa melanjutkan kuliah ekonomi di Rotterdam.

Lulusan SMA Belanda saat itu pun bisa menjadi pegawai negeri dengan gaji tinggi. Namun, Natsir tidak mengambil peluang kuliah atau menjadi pegawai pemerintah Hindia Belanda tersebut. Dalam sebuah surat kepada anak-anaknya saat bergerilya di hutan-hutan belantara Sumatra, Natsir bercerita, mengapa ia tidak tergiur untuk melanjutkan kuliah: Aba ingin berkhitmad kepada Islam dengan langsung.. Tapi dengan tidak banyak pikir-pikir Aba putuskanlah bahwa tidak akan melanjutkan pelajaran ke Fakultas mana pun juga. Aba hendak memperdalam pengetahuan tentang Islam lebih dahulu. Sudah itu bagaimana nanti.”

            Ketika itu, Natsir melihat banyak anak-anak muslim yang pintar-pintar belajar di sekolah-sekolah Belanda. Mereka tidak mendapat pelajaran agama, sehingga dikhawatirkan mereka akan menjadi orang-orang yang beragama Islam tetapi pemikiran dan tindakannya tidak sesuai dengan ajaran Islam.

Hebatnya, Natsir menjadi guru tidak dibayar. Ia benar-benar seorang guru pejuang, seorang mujahid intelektual. Ia mengajar dengan niat berdakwah, untuk mendidik anak-anak muslim agar tidak lepas agamanya.  Begini penuturan Pak Natsir: “Saya mengajar karena terdorong untuk mengajarkan agama. Tidak dikasih gaji apa-apa. Saya juga ngajar di kursus pegawai kereta api. Bentuk pengajarannya sistem diskusi. Ketika saya lihat sekolah-sekolah kita sama sekali kosong dari pengajaran agama. Saya berniat membentuk pendidikan modern yang sejalan dengan pendidikan agama.”

Lanjut baca,

INILAH HEBATNYA PAK NATSIR:   MEMILIH JADI GURU PEJUANG DARIPADA KULIAH FORMAL (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait