Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Harian New York Times edisi 5 Maret 1988, pernah menyiarkan berita tentang nasehat Henry Kissinger kepada tokoh-tokoh Yahudi Amerika untuk memadamkan gerakan intifadhah (perlawanan) pemuda Palestina melawan Israel. Menurut Kissinger, gerakan intifadhah harus diberantas dengan cepat dan brutal.
"Pemberontakan itu harus dipadamkan cepat-cepat, dan langkah pertama yang diambil hendaklah memberangus televisi, ala Afrika Selatan. Tentu saja, akan timbul kecaman internasional atas langkah tersebut, tapi hal itu akan segera berlalu," demikian nasehat Kissinger. Bahkan, si tokoh Yahudi ini menegaskan, "Tidak ada penghargaan atas kekalahan karena kelemahlembutan!"
Nasehat Kissinger itu kelihatannya sangat didengar dan kemudian diaplikasikan oleh pemerintah Israel, yang ketika itu dikendalikan oleh Yitzak Shamir (Perdana Menteri) dan Yitzak Rabin (Menteri Pertahanan). Sebagai Menteri Pertahanan, Yitzak Rabin mengeluarkan kebijakan "patah tangan" terhadap pemuda Palestina. Segala cara dan kekejaman digunakan Yitzak Rabin untuk mematahkan perlawanan intifadhah pemuda Palestina.
Kata Yitzak Shamir: "Tugas kami sekarang adalah menciptakan kembali benteng rasa takut antara orang-orang Palestina dan militer Israel, dan sekali lagi menyebarkan rasa takut untuk kematian pada orang-orang Arab di wilayah-wilayah itu untuk mencegah mereka agar tidak menyerang kami lagi." (Findley, Findley, Paul, Mereka Berani Bicara -- Menggugat Dominasi Lobi Yahudi, Mizan, Bandung, 1995).
Sejak berdirinya negara Israel pada 14 Mei 1948, teror demi teror terus dialami warga Palestina. Aksi-aksi perampasan tanah warga Pelstina juga terus berlangsung. Meskipun begitu, di Indonesia, masih ada saja suara yang meminta Indonesia untuk juga mendukung Israel. Bukan hanya sekarang. Sejak awal Reformasi, suara itu sudah muncul.
Lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/kekejaman-israel-dan-politik-luar-negeri-indonesia