Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Jurnal Islamia-Republika edisi 18 November 2010 lalu, pernah mengangkat tema tentang dakwah Islam dan tantangan Kristenisasi serta Nativisasi di sekitar Lereng Merapi. Sejumlah artikel menguraikan sejarah panjang perjalanan dakwah di lereng salah satu gunung berapi teraktif di dunia tersebut.
Menarik misalnya menyimak kisah “Mbah Petruk”, yang ketika itu, namanya sempat popular di Indonesia menyusul bencana Merapi tahun 2010. Mbah Petruk makin populer setelah seorang warga memotret asap solvatara Gunung Merapi yang menyerupai kepala Petruk. Karena hidung Petruk mengarah ke Yogya, maka ada paranormal yang menyatakan, bahwa bencana akan mengarah ke Yogya. Selama ini di sebagian kalangan, mitos Mbah Petruk sering dikaitkan dengan pemuka jin dan tanda-tanda bencana Merapi.
Hasil penelitian Dr. Susiyanto terhadap tradisi lisan di salah satu kawasan lereng Merapi, menunjukkan, bahwa nama asli Mbah Petruk sebenarnya adalah Kyai Handoko Kusumo. Nama ini dikenal sebagai penyebar Islam di kawasan lereng Merapi pada era 1700-an. Kyai Handoko Kusumo adalah seorang keturunan Arab, berhidung mancung. Karena soal hidung mancung itulah, sosoknya dikaitkan dengan tokoh punakawan dalam pewayangan bernama Petruk yang mempunyai ciri khas hidung panjang. Di duga, Mbah Petruk yang ini adalah murid generasi kedua dari Sunan Kalijaga. Pada masa tuanya, Mbah Petruk diperkirakan meninggal di Gunung Bibi dan jasadnya tidak pernah diketahui. Hal inilah yang memunculkan anggapan spekulatif bahwa dirinya telah moksa.
Sejumlah penelitian menunjukkan, sampai tahun 1700-an, penduduk daerah di sekitar Merapi masih menganut Agama Hindu dan berbagai bentuk kepercayaan kuno. Pada era Perang Diponegoro (1825-1830), Kyai Mojo, ulama dan penasihat spiritual Pangeran Diponegoro telah memobilisasi pasukan yang berasal dari lereng Merapi. Hal ini menunjukkan bahwa proses Islamisasi di kawasan ini telah berjalan bertahun-tahun sebelumnya.
Tantangan dakwah
Dakwah di masa itu menghadapi tantangan yang sangat berat. Berbagai ritual kuno yang dijalankan sebagian penduduk sangat jauh dari nilai-nilai Islam dan kemanusiaan. Misalnya, adanya ritual pengorbanan manusia, dengan menyembelih atau melemparkannya ke kawah Merapi, sebagai persembahan kepada “dewa” agar bencana tidak terjadi. Hasil penelitian Dr. Muhammad Isa Anshori tentang ritual-ritual kuno di sekitar Lereng Merapi mencontohkan ritual aliran Bhairawa Tantra.
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/kisah-kebijakan-dakwah-di-lereng-merapi