KISAH PERSAHABATAN PROF. AL-ATTAS DENGAN MERVE KAVAKCI

KISAH PERSAHABATAN PROF. AL-ATTAS DENGAN MERVE KAVAKCI

Artikel Terbaru (ke-1.609)

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Tidak diragukan lagi, Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas adalah ilmuwan muslim yang berada di garda depan dalam perjuangan melawan paham sekularisme. Bukunya, Islam and Secularism, telah diterjemahkan ke dalam puluhan bahasa. Dalam edisi bahasa Indonesia, saya telah membaca buku ini, sejak duduk di tahun pertama, mahasiswa IPB Bogor, tahun 1984.

            Dalam buku terbarunya, Islam: The Covenants Fulfilled, Prof. Naquib Al-Attas menulis: ”My indebtenedness to Her Excellency the Ambassador was due to her strong support of my work and keen perception of the importance of my ideas in combating the forces of secularization.”

            Yang dimaksud sebagai ”the Ambassador” oleh Prof. Al-Attas adalah Dr. Merve Safa Kavakci, Duta Besar Turki untuk Malaysia periode 2017-2022. Dubes Turki itu sangat menghormati Prof. Naquib Al-Attas dan mengundangnya,  setiap bulan, untuk jamuan makan malam di Kedutaan Besar Turki di Kuala Lumpur. Di situlah Prof. al-Attas berkesempatan membahas topik Islam dan sekularisme.

            Seorang mahasiswa Indonesia di RZS CASIS-Universiti Teknologi Malaysia menceritakan, bahwa persahabatan antara Prof. al-Attas dan Merve Kacvakci sangat kuat. Keduanya memang dikenal dunia sebagai pejuang-pejuang yang gigih melawan sekularisme.

Prof. al-Attas – melalui berbagai tulisan dan ceramahnya – telah menjelaskan bahaya sekularisme kepada umat Islam. Bukan hanya itu, peradaban sekular inilah yang sangat merusak umat manusia dan lingkungan hidupnya. Dalam buku, Islam and Secularism, (Kuala Lumpur, ISTAC, 1993), Prof. al-Attas menjelaskan bahwa peradaban Barat sekular telah membuang agama, menjadikan manusia sebagai Tuhan dan Tuhan diharuskan tunduk kepada manusia.

Karena sifat dasarnya yang semacam itu, maka menurut Prof. al-Attas, antara peradaban Barat dan peradaban Islam akan selalu terjadi suatu pertarungan abadi (permanent confrontation). Konfrontasi abadi itu bergerak dari level sejarah keagamaan dan militer ke level intelektual; dan bahwasanya, konfrontasi itu secara historis bersifat permanen.

Islam dipandang Barat sebagai tantangan terhadap prinsip yang paling asasi dari pandangan hidup Barat. Islam bukan hanya tantangan bagi Kekristenan Barat tetapi juga prinsip-prinsip Aristotellianisme dan epistemologi serta dasar-dasar filosofi yang diwarisi dari pemikiran Greek-Romawi.  Unsur-unsur  itulah yang membentuk komponen dominan yang mengintegrasikan elemen-elemen kunci dalam berbagai dimensi pandangan hidup Barat. 

“The confrontation between Western culture and civilization and Islam, from the historical religious and military levels, has now moved on to the intellectual level; and we must realize, then, that this confrontation is by nature a historically permanent one. Islam  is seen by the West as posing a challenge to its very way of life; a challenge not only to Western Christianity, but also to Aristotelianism and the epistemological and philosophical principles deriving from Graeco-Roman thought which forms the dominant component integrating the key elements in dimensions of the Western worldview,” tulis Prof. al-Attas.

Sementara itu, Merve Kavakci adalah sosok perempuan muslimah yang telah mengalami pahit getirnya perjuangan melawan sekularisme dalam bidang akademis dan politik. Pengalaman hidupnya sebagai muslimah berjilbab di Turki menjadi saksi sejarah kekejaman sekularisme di Turki.

Lanjut baca,

KISAH PERSAHABATAN PROF. AL-ATTAS DENGAN MERVE KAVAKCI (adianhusaini.id)

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait