Artikel Terbaru ke-2.184
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti mengembalikan lagi sistem penjurusan di SMA. Jadi, nanti ada lagi jurusan IPA, IPS, dan bahasa. Sistem jurusan ini dihapus ketika Menteri Nadiem Makarim. Bagaimana kita menyikapinya?
Tentu saja kita harus memandang masalah ini dalam perspektif konstitusional. Pendidikan nasional kita wajib merujuk kepada UUD 1945, yang telah secara tegas memerintahkan pemerintah menyelenggarakan pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketaqwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan bangsa. Itu kewajiban pemerintah. Siapa pun presiden dan menteri pendidikannya.
Orang yang bertaqwa adalah orang yang ikhlas dan siap diatur oleh Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa. Allah sudah mengutus utusan-Nya yang terakhir (Nabi Muhammad saw) untuk menjadi teladan (uswah hasanah) bagi orang muslim. Rasulullah saw menjadi teladan dalam semua aspek kehidupan.
Orang muslim mencontoh Nabi bukan hanya dalam urusan shalat, puasa, zakat dan haji. Tapi, beliau shallallaahu alaihi wasallam dicontoh dalam bidang politik, militer, ekonomi, dan juga pendidikan. Bahkan, kita sebagai muslim meyakini, pendidikan Nabi kita adalah pendidikan yang terbaik. Pendidikan Nabi telah melahirkan generasi terbaik (khairun nas). Karena itu, sayang sekali jika kita tidak meneladaninya.
Nah, dalam hal pendidikan tingkat SMA, Nabi Muhammad saw memiliki tuntunan yang cukup jelas. Misalnya, dalam soal umur. Para murid SMA itu rata-rata berumur (15-18 tahun). Itu usia dewasa. Mereka sudah akil baligh. Mereka sudah mukallaf. Karena itu, mereka wajib dididik sebagai orang dewasa. Jangan mereka dididik dan diperlakukan sebagai anak-anak.
Rumus pendidikan Nabi pun jelas, sebagaimana disampaikan oleh Umar bin Khathab r.a., yaitu: “taaddabuu tsumma ta’allamuu!” (Beradablah kemudian berilmu-lah!). Ikuti saja rumus pendidikan adab dalam QS Luqman ayat 12-19. Adab pertama, adalah adab kepada Allah. Jangan sekali-kali menyekutukan Allah dengan apa pun! Setelah itu beradab kepada Rasulullah saw, kepada para ulama, kepada orang tua, dan mendidik mereka menjadi pejuang penegak kebenaran dan penangkal kemunkaran.
Nah, sepatutnya pemerintah – dalam hal ini Menteri Pendidikan – berkewajiban menjamin hak para pelajar muslim tingkat SMA untuk menjalankan ibadah menurut ajaran agama Islam. Ini perintah konstitusi, UUD 1945, pasal 29 ayat (2). Termasuk ibadah yang sangat penting mencari ilmu, sesuai dengan ajaran Islam. Sebab, ada perintah Nabi: “Mencari ilmu adalah wajib bagi setiap muslim.”
Jika pemerintah tidak dapat membuat kebijakan pendidikan yang sesuai dengan ajaran Islam, maka setidak-setidaknya, pemerintah tidak memaksakan sistem pendidikan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Jadi, merujuk kepada konstitusi, seharusnya tidak ada lagi dikotomi antara pendidikan Islam dengan pendidikan umum.
Bagaimana dengan sistem penjurusan tingkat SMA, menjadi jurusan IPA, IPS dan Bahasa? Jawabnya: kembali saja kepada konstitusi. Para pelajar SMA yang muslim, wajib dididik menjadi manusia beradab dan mempelajari ilmu-ilmu yang fardhu ain dan fardhu kifayah secara proporsional. Konsep pendidikan seperti inilah yang wajib diterapkan untuk para siswa muslim. Siapa pun presiden dan menteri pendidikannya.
Lanjut baca,