Artikel Terbaru (ke-1.639)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Masih saja ada yang salah paham terhadap paham Pluralisme Agama. MUI telah mengharamkan paham ini tahun 2005. Vatikan, melalui Dekrit Dominus Iesus (baca: Yesus), juga telah menolak paham ini. Bagaimana dengan sikap kaum Protestan?
Berbeda dengan agama Katolik yang memiliki pemimpin tertinggi dalam hirarkis Gereja (Paus), di kalangan Protestan tidak ditemukan satu sikap yang sama terhadap paham Pluralisme Agama. Teolog-teolog Protestan banyak yang menjadi pelopor paham ini. Meskipun demikian, dari kalangan Protestan, juga muncul tantangan keras terhadap paham Pluralisme Agama.Berikut ini sejumlah buku di Indonesia yang menyinggung masalah ini:
Poltak YP Sibarani&Bernard Jody A. Siregar, dalam buku Beriman dan Berilmu: Panduan Pendidikan Agama Kristen untuk Mahasiswa, (hal. 126), menjelaskan: “Pluralisme bukan sekedar menghargai pluralitas agama tetapi sekaligus menganggap (penganut) agama lain setara dengan agamanya. Ini adalah sikap yang mampu menerima dan menghargai dan memandang agama lain sebagai agama yang baik dan benar, serta mengakui adanya jalan keselamatan di dalamnya. Di satu pihak, jika tidak berhati-hati, sikap ketiga ini dapat berbahaya dan menciptakan polarisasi iman. Artinya, keimanannya atas agama yang diyakininya pada akhirnya bisa memudar dengan sendirinya, tanpa intervensi pihak lain.”
Sebuah kajian dan kritik yang serius terhadap paham Pluralisme Agama dilakukan oleh Pendeta Dr. Stevri I. Lumintang, seorang pendeta di Gereja Keesaan Injil Indonesia. Kajian Stevri Lumintang dituangkan dalam sebuah buku setebal lebih dari 700 halaman, berjudul Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme dalam Teologi Kristen Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004).
Dicatat dalam ilustrasi sampul buku ini, bahwa Teologi Abu-Abu adalah posisi teologi kaum pluralis. Karena teologi yang mereka bangun merupakan integrasi dari pelbagai warna kebenaran dari semua agama, filsafat dan budaya yang ada di dunia. Dikatakan, bahwa teologi ini sedang meracuni, baik agama Kristen, maupun semua agama, dengan cara mencabut dan membuang semua unsur-unsur absolut yang diklaim oleh masing-masing agama.
Juga dikatakan dalam buku ini: ‘’Inti Teologi Abu-Abu (Pluralisme) merupakan penyangkalan terhadap intisari atau jatidiri semua agama yang ada… Di dalam konteks kekristenan, mereka harus menghancurkan keyakinan dan pengajaran tentang Yesus Kristus sebagai pernyataan Allah yang final.’’ (Stevri I. Lumintang, Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme dalam Teologi Kristen Masa Kini, (Malang: Gandum Mas, 2004).
Dalam ‘Dokumen Keesaan Gereja-Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (DKG-PGI) yang diputuskan dalam Sidang Raya XIV PGI di Wisma Kinasih, 29 November-5 Desember 2004, masalah Pluralisme Agama tidak dibahas. Tetapi, dalam Tata dasar Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia pasal 3 (Pengakuan) disebutkan : ‘’Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia mengaku bahwa Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia serta Kepala Gereja, sumber kebenaran dan hidup, yang menghimpun dan menumbuhkan gereja, sesuai dengan Firman Allah dalam Alkitab, yaitu Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru (1 Kor. 3 :11) : ‘’Karena tidak ada seorang pun yang dapat meletakkan dasar lain daripada dasar yang telah diletakkan yaitu Yesus Kristus.’’ (bnd. Mat. 16 :16 ; ef. 4 :15 dan Ul. 7 :6). (Lihat : Weinata Sairin (ed), ‘Dokumen Keesaan Gereja-Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (DKG-PGI), (Jakarta: BPK, 2006).
Lanjut baca,
MENOLAK PLURALISME BUKAN MENOLAK KEBHINEKAAN, SEMOGA DIPAHAMI PARA CAPRES (adianhusaini.id)