MENYAMBUT ANAK-ANAK MUDA YANG HIJRAH

MENYAMBUT ANAK-ANAK MUDA YANG HIJRAH

Oleh: Bana Fatahillah (Guru Pesantren At-Taqwa Depok)

Secara bahasa kata “hijrah” terbentuk dari huruf ha, jiim dan raa, yang dalam ilmu isytiqaq mempunyai makna sifat ‘kesangat-an’ ditengah sesuatu yang melahirkan sebuah dampak atau bahkan bertambah. (hiddatun au yubsun fi atsnaai al-Syaa’i yazhaaru atsaruha aw yamtad) (lihat Muhammad Hasan Jabal, Al-Mu’jam Al-Isytiqaaqiyy li-alfaadzil Qur’an, hal. 692).

Dalam al-Quran saat suami dibolehkan menjauhi istrinya karena tidak taat, redaksi yang digunakan adalah ‘wahjuruuhunna’. Keadaan ini pastinya timbul dari kemarahan suami yang ‘sangat’ besar sehingga lahirlah sebuah dampak atas kemarahan itu, yakni menjauhi si istri.

Begitupun saat ayah Nabi Ibrahim memarahi anaknya karena menentang sesembahannya, al-Quran berkata: ‘wahjurrnii maliyya’ (tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama). Keadaan ini terjadi karena kemarahan yang amat membara hingga menyuruh nabi Ibrahim untuk meninggalkannya.

Artinya sekali lagi kata hijrah bermuara pada makna ‘ke-sangat-an’ di tengah sesuatu yang menampakkan dampaknya atau bahkan bertambah.  Nah dalam konteks ini mereka yang mengalami perubahan dari yang “tidak agamis” menjadi “agamis”,  pantas dikatakan hijrah. Sebab keputusannya untuk meninggalkan keadaan sebelumnya, yakni sebelum hijrah, pasti dilatarbelakangi oleh hal yang sangat dalam, sehingga memberikan dampak positif. Yakni, beralih pada kehidupan yang agamis.

Nabi Muhammad saw pun pernah berkata, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: ”Orang yang berhijrah itu adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah SWT”. Meninggalkan tradisi kurang baik menjadi lebih baik; meninggalkan tempat yang banyak maksiatnya ke tempat yang lebih baik ataupun yang lainnya. Intinya, hijrah itu meninggalkan dari segala yang dilarang oleh Allah atau yang membahayakan kemaslahatan manusia.

Kini, ada satu fenomena anak-anak muda yang hijrah. Alhamdulillah. Hanya saja, kadang ada sedikit ekses dari semangat yang tinggi dalam beragama. Ada yang menelan sebuah pendapat begitu saja. Artinya karena belum bisa menyaring berbagai pendapat, apa pun yang dikatakan senior atau gurunya, langsung ia laksanakan, tanpa berpikir jernih dan kritis.

Mungkin, pada taraf awal, fenomena itu menyedihkan. Tetapi, kelemahan pada anak-anak muda yang hijrah itu perlu ditutupi oleh “kaum anshar”. Kaum Anshar sangatlah mencintai Muhajirin. Mereka  berikan semua yang dimilikinya pada Muhajirin. Mereka sambut satu-persatu rombongan sahabat Rasulullah yang tiba di Madinah. Harus kita akui, latar belakang budaya serta fanatisme kelompok dalam budaya Arab sangatlah kuat. Karenanya, secara psikologis, orang yang bertemu dalam adat dan suku yang berbeda pastinya akan menimbulkan peseteruan, apalagi dalam budaya Arab saat itu. Namun realitasnya tidak seperti yang kita fikirkan.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/menyambut-anak-anak-muda-yang-hijrah

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait