Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada tanggal 12 Desember 2008, saya menjadi salah satu pembicara dalam Seminar Nasional memperingati Dies Natalis Universitas Muhammadiyah Surakarta ke-50. Temanya: “Mewujudkan kemandirian bangsa berdasarkan nilai-nilai Islam berkemajuan”. Hadir juga ketika itu, (alm.) Prof. Malik Fajar.
Panitia seminar merumuskan ”bangsa mandiri” dalam tiga aspek: (1) kemampuannya dalam menetapkan ideologi kebangsaan secara lugas dan tegas. Lugas sehingga bisa dipahami bangsa-bangsa lain bahwa kita memiliki dan menerapkan pandangan atau falsafah hidup kita sendiri. Tegas dalam arti tidak terpengaruh berbagai tantangan dan pendiktean ideologi bangsa lain yang tidak sejalan dengan milik kita, (2) kebolehannya dalam merumuskan, memutuskan dan menerapkan kebijakan-kebijakan negara tanpa campur tangan pihak-pihak lain secara berlebihan, (3) kemampuannya dalam menjaga dan mempraktikkan kedaulatannya atas wilayah, penduduk, dan sumberdaya yang ada di dalamnya.
Bagaimana pun rumusannya, kemandirian bangsa Indonesia akan ditentukan oleh kualitas manusia Indonesia itu sendiri. Manusialah yang menentukan, apakah satu bangsa itu mandiri atau tidak. Manusia itu adalah manusia yang merdeka, bukan manusia bermental budak yang tunduk kepada kekuatan di luar dirinya, tanpa kemampuan untuk menolaknya. Diskusi tentang manusia Indonesia yang mandiri inilah yang penting untuk di bahas. Apa dan bagaimana manusia semacam itu bisa dihasilkan oleh bangsa ini?
“Manusia merdeka” yang hendak dihasilkan melalui proses pendidikan, tentu bukanlah manusia yang memiliki ciri-ciri sebagaimana digambarkan oleh budayawan Mochtar Lubis, dalam ceramahnya di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977. Yakni, manusia yang memiliki sifat: munafik, enggan bertanggung jawab, berjiwa feodal, masih percaya takhayul, lemah karakter, cenderung boros, suka jalan pintas, dan sebagainya. (Mochtar Lubis, Manusia Indonesia, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001).
Tentu, paparan budayawan Mochtar Lubis tentang ciri-ciri manusia Indonesia itu tidak seluruhnya benar. Tapi, juga tidak seluruhnya salah. Setidaknya, gambaran Mochtar Lubis tentang ciri-ciri manusia Indonesia itu bisa bermanfaat sebagai bahan refleksi kritis.
Jika ciri-ciri umum manusia Indonesia memang seperti itu, maka sulit diharapkan untuk membangun suatu bangsa yang mandiri. Hanya manusia Indonesia yang merdeka dan berjiwa mandiri, yang akan dapat membangun bangsa yang mandiri.
Bung Hatta pernah menulis: “Bangsa ditentukan oleh keinsafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu keinsafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsafan yang bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertenam dalam hati dan otak.” (Lihat Mohammad Hatta, Pengertian Pancasila, (Jakarta: CV Haji Masagung, 1989, cet. Ke-4).
lanjut baca,
https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/merdeka-belajar,-kampus-merdeka,-manusia-merdeka