Artikel ke-1.713
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 9 November 2023, ada peristiwa penting dalam dunia perbukuan dan pendidikan di Indonesia. Sebuah buku bermutu tentang Wali Sanga diluncurkan dan didiskusikan. Buku itu berjudul “Dakwah dan Pemikiran Wali Sanga: Kajian Naskah Kitab Bonang.” Penulisnya: Dr. Muhammad Isa Anshory.
Kehadiran buku ini melengkapi khazanah pemikiran Islam di Indonesia, khususnya tentang sejarah, dakwah, pendidikan, bahkan politik di Indonesia. Sebab, periode dakwah Wali Sanga (abad ke-16) merupakan periode gemilang Islamisasi di Nusantara. Muslim yang semula merupakan minoritas, kemudian berangsur-angsur menjadi mayoritas.
Sukses dakwah di Indonesia dan kawasan lain di Asia Tenggara (wilayah peradaban Melayu-Jawi) bisa dikatakan sangat fenomenal. Sebab, dakwah itu dilakukan tanpa kekerasan, tanpa paksaan, dan tanpa dukungan tentara. Dakwah Islam saat itu berhasil menyentuh hati dan pikiran raja, bangsawan, dan masyarakat, sehingga mereka dengan sukarela memeluk Islam.
Pendidikan Wali Sanga bisa disebut sebagai model pendidikan ideal. Yakni, pendidikan yang melahirkan para pejuang dakwah yang tangguh dan bijak. Dari Pesantren Sunan Ampel di Surabaya lahirlah Sunan Bonang dan Sunan Giri juga Raden Patah yang kemudian menjadi Raja Muslim pertama di Tanah Jawa.
Karena itulah, kehadiran buku Dr. Muhammad Isa Anshory ini sangat penting bagi umat Islam Indonesia. Sejatinya, buku ini berasal dari disertasi doktornya di Universitas Ibn Khaldun Bogor, dengan judul: “Pendidikan Aqidah Sunan Bonang”.
Melalui bukunya ini, penulis berhasil membuktikan, bahwa ajaran Wali Songo yang disebarkan di Tanah Jawa, khususnya, adalah ajaran aqidah Ahlu Sunnah wal-Jamaah. Di antara Wali Sanga, Sunan Bonang adalah tokoh sentral yang penting dikaji. Sebab, hanya ajaran Sunan Bonang yang sampai sekarang dapat diketahui secara lebih sahih.
Ajaran Sunan Bonang juga mewakili ajaran Wali Sanga lainnya. Sunan Bonang juga paling berkompeten dalam soal keilmuan. Ia adalah murid Sunan Ampel bersama-sama Sunan Drajat; teman sealmamater Sunan Giri karena sama-sama berguru kepada Maulana Ishaq di Pasai. Sunan Bonang juga guru pertama Sunan Kalijaga. Melalui ajaran Sunan Bonang, dapat dibayangkan ajaran Sunan Ampel, Sunan Drajat, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga.
Buku Dr. Isa Anshory ini mengkaji naskah berjudul Het Boek van Bonang, yang terbit di Leiden tahun 1916. Naskah itu menjadi bahan disertasi B.J.O. Schrieke di Universitas Leiden. Naskah ini berisi ajaran Sunan Bonang yang menggunakan bahasa Jawa Tengahan (campuran Sansekerta-Jawa). Bahasa inilah yang berlaku di Jawa sekitar abad 16 M, yaitu masa hidupnya Sunan Bonang. Selain itu, naskah tersebut juga diakhiri dengan kalimat, “Tammat carita cinitra kang pakerti Pangēran ing Benang.” (Het Boek van Bonang, hlm. ix-xvii)
Het Boek van Bonang memuat ajaran akidah Sunan Bonang yang disampaikan dengan metode bercerita antara Syekh Al-Bari dengan muridnya yang bernama Rijalullah. Ajaran akidah Sunan Bonang tidak jauh berbeda dengan ajaran para ulama Ahlus Sunnah. Ajaran itu diambil dari kitab Ihyâ’ ‘Ulumiddîn karya Imam Al-Ghazali dan At-Tamhîd fî Bayân At-Tauhîd karya Abu Syakur As-Salimi. “Wedaling carita saking kitab Ihyâ’ ‘Ulûmiddîn lan saking Tamhîd”, demikianlah Sunan Bonang menulis.
Lanjut baca,
SELAMAT DATANG BUKU BERMUTU TENTANG WALI SANGA (adianhusaini.id)