Oleh: Dr. Adian Husaini
(www.adianhusaini)
Di Pesantren at-Taqwa, ada satu pesan penting Imam al-Ghazali yang kami pasang sebagai poster cukup mencolok, yaitu: “Al-ilmu bi-laa ‘amalin junuunun, wal-‘amalu bi-laa ‘ilmin lam yakun.” (Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu tiada nilainya).
Pesan penting itu ditulis Imam al-Ghazali dalam kitab kecil berjudul: “Ayyuhal Walad” (Wahai Ananda). Kitab ini ditulis Imam al-Ghazali ketika seorang murid menemuinya. Kata si murid, ia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun dalam ber-mulazamah dengan gurunya itu. Berbagai jenis ilmu telah diwarisinya. Kitab-kitab karya Al-Ghazali, seperti Ihya’ ‘Ulumuddin, telah selesai dibacanya.
Meski demikian, ia belum puas. Saat hendak meninggalkan Sang Guru, murid itu datang meminta nasihat. Al-Ghazali mengabulkan permintaan murid tersebut. Ia menuliskan baris-baris nasihatnya sehingga menjadi sebuah buku kecil.
Baris-baris itu selalu diawali dengan kalimat “ayyuhal walad” yang berarti “wahai ananda”. Kalimat itu menunjukkan betapa akrabnya hubungan antara murid dan guru, seperti hubungan antara anak dan bapak. Oleh karena itu, Al-Ghazali selalu memanggil muridnya dengan kalimat “ayyuhal walad”, wahai ananda.
Imam al-Ghazali mengawali nasihatnya dengan kalimat indah: “Wahai ananda tercinta. Semoga Allah memanjangkan usiamu agar bisa mematuhi-Nya. Semoga pula Allah memudahkanmu dalam menempuh jalan orang-orang yang dicintai-Nya.”
Setelah itu, ia mendoakan muridnya dengan doa mengenai perkara mulia dimana manusia selalu mengharapkannya, yaitu diberi usia yang panjang. Bukan sekadar panjang usia, Sang Imam mendokan muridnya agar usia yang panjang itu bisa digunakan untuk mematuhi perintah-perintah Allah. Itulah usia yang penuh berkah.
Al-Ghazali mengingatkan bahwa nasihat yang ia sampaikan hanyalah menyampaikan kembali nasihat Rasulullah SAW. “Di antara sekian banyak nasihat yang disampaikan Rasulullah SAW kepada umatnya adalah sabda beliau, ‘Salah satu tanda bahwa Allah Ta‘ala berpaling dari seorang hamba adalah menjadikan hamba itu sibuk dengan perkara yang tidak memberinya manfaat. Apabila seseorang kehilangan usianya sesaat saja untuk sesuatu diluar tujuan ia diciptakan, yaitu untuk beribadah, sungguh ia layak mengalami penyesalan yang berkepanjangan. Barang siapa usianya telah melewati 40 tahun namun kebaikannya belum mampu mendominasi keburukannya, maka bersiap-siaplah ia masuk neraka.’”
Imam al-Ghazali pun mengajak muridnya agar tidak menyia-nyiakan waktunya, walaupun hanya sesaat untuk mengerjakan hal-hal yang tidak bernilai ibadah. Orang yang menyia-nyiakan waktu akan menderita penyesalan yang berkepanjangan. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi, Rasulullah SAW bersabda, “Penduduk surga pasti akan menyesalkan waktu sesaat yang telah berlalu dimana ketika itu mereka tidak berdzikir mengingat Allah.”
Setelah nasehat tentang perlunya menghargai waktu – yang begitu berharga – Imam al-Ghazali kemudian menekankan pentingnya mengamalkan ilmu. Sebab, ilmu yang tidak diamalkan, hanya akan merusak pemiliknya. Al-Ghazali menukil sabda Rasulullah SAW, “Sesungguhnya orang yang paling keras siksanya pada hari kiamat adalah orang berilmu namun Allah tidak menjadikan ilmunya bermanfaat bagi dirinya.” (HR Ath-Thabarani dan Al-Baihaqi)
Kata Imam al-Ghazali: “Wahai ananda! Janganlah kamu menjadi jadi orang yang bangkrut amalnya! Jangan pula kamu jadi orang yang hampa hatinya! Yakinlah bahwa ilmu tanpa amal itu tidak akan mendatangkan manfaat.”
Begitu pentingnya masalah ilmu dan amal, sampai-sampai Imam al-Ghazali menegaskan: “al-ilmu bi-laa ‘amalin junuunun, wal-‘amalu bi-laa ‘ilmin lam yakun.” (Ilmu tanpa amal adalah gila, dan amal tanpa ilmu tidak ada nilainya).
Kitab Ayyuhal Walad ini merupakan kitab yang ringkas, praktis, dan padat dalam menanamkan aqidah dan adab secara mendasar. Jika isi kitab ini dikaji dan diamalkan, maka insyaAllah akan membawa perubahan dan perbaikan diri. Inilah awal kebangkitan diri dan juga kebangkitan umat secara mendasar, insyaAllah.
Dan kita diwasiatkan untuk selalu membaca doa ini oleh Rasulullah saw: Allaahumma innii as’aluka ‘ilman naafi’an, wa-rizqan thayyiban, wa-‘amalan mutaqabbalan.
Kata Syekh al-Zarnuji, penulis Kitab Ta’limul Muta’allim, suatu ilmu dikatakan bermanfaat jika memenuhi dua unsur: (1) ilmu itu diamalkan (2) ilmu itu diajarkan.
Semoga kita dapat mengamalkan ilmu-ilmu yang telah dianugerahkan kepada kita oleh Allah SWT. Amin. (Pekanbaru, 20 Januari 2020).