Oleh: Dr. Adian Husaini
Salah satu kekhasan agama Yahudi (Judaisme) adalah ajaran untuk tidak menyebut nama Tuhan mereka secara sembarangan. Itu terkait dengan empat huruf “nama Tuhan” yang tidak diketahui dengan pasti bagaimana cara membacanya. Karena itulah, dalam tradisi Yahudi, nama Tuhan tidak disebutkan. Tapi, mereka membaca “YHWH” dengan “Adonay” (Tuhanku).
Oxford Concise Dictionary of World Religions menulis: “Yahweh: The God of Judaism as the ‘tetragrammaton YHWH’, may have been pronounced. By orthodox and many other Jews, God’s name is never articulated, least of all in the Jewish liturgy.” (Lihat, John Bowker (ed), The Concise Oxford Dictionary of World Religions, (Oxford University Press, 2000).
Dalam buku “Pengantar Bahasa Ibrani”, disebutkan, bahwa: “Kata nama yang paling penting dalam PL (Perjanjian Lama. Pen.) ialah יהוה (yhwh), nama Allah Israel, yang ditemukan kurang lebih 6823 kali dalam PL. Nama tsb mungkin dulu diucapkan “Yahweh”, tetapi menurut tradisi Yahudi, nama yang Mahasuci itu tidak boleh diucapkan untuk menghindari kemungkinan pelanggaran perintah ketiga (“Jangan menyebut nama יהוה, Allahmu, dengan sembarangan…” (Kel, 20:7). Oleh sebab itu, setiap kali terdapat kata יהוה dalam Alkitab, orang Yahudi membacanya dengan kata אדני (adonay) ‘Tuhan’.” (Dr. D.L. Baker et.al., Pengantar Bahasa Ibrani, Jakarta: BPK, 2004), hlm. 52.
Dalam berbagai terjemah Bibel, tetragram bahasa Ibrani “YHWH” diterjemahkan menjadi “TUHAN” (Indonesia), “The LORD” (Inggris), dan “al-Rabb” (Arab), dengan makna “Tuhan itu”. Meskipun sejumlah teks Bibel itu menunjukkan bahwa “YHWH” memang menunjukkan nama Tuhan, tetapi nama itu tidak diketahui dengan pasti bagaimana membacanya.
Tuhan Kristen
Soal nama Tuhan telah menjadi perdebatan panjang dalam agama Kristen. Banyak kelompok Kristen menolak menggunakan sebutan “Allah” bagi Tuhan Kristen. Ellen Kristi, dalam bukunya yang berjudul “BUKAN ALLAH, TAPI TUHAN” (Borobudur Indonesia Publishing: 2008), mengajak kaum Kristen untuk secara tegas menyebut nama Tuhan mereka dengan “Yahweh”, bukan menerjemahkan nama Tuhan “YHWH” dengan “TUHAN” seperti yang dilakukan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI) selama ini.
Ellen menunjuk contoh keganjilan menerjemahkan “YHWH” menjadi “TUHAN” sebagaimana yang dilakukan LAI selama ini. Misalnya teks Yeremia 16:21, ditulis: “Sebab itu, ketahuilah, Aku mau memberitahukan kepada mereka, sekali ini Aku akan memberitahukan kepada mereka kekuasaan-Ku dan keperkasaan-Ku, supaya mereka tahu, bahwa nama-Ku TUHAN”.
Dalam buku kecil berjudul “Waspadalah terhadap Sekte Baru, Sekte Pengagung Yahweh”, Pdt. A.H. Parhusip, menulis tentang nama Tuhan dalam Kristen:
”Lalu mungkin ada yang bertanya: Siapakah Pencipta itu dan bagaimanakah kalau kita mau memanggil Pencipta itu? Jawabnya: Terserah pada Anda! Mau panggil; Pencipta! Boleh! Mau panggil: Perkasa! Silahkan! Mau panggil: Debata! Boleh! Mau panggil: Allah! Boleh! Mau panggil: Elohim atau Theos atau God atau Lowalangi atau Tetemanis...! Silakan! Mau memanggil bagaimana saja boleh, asalkan tujuannya memanggil Sang Pencipta, yang menciptakan langit dan bumi... Ya, silakan menyebut dan memanggil Sang Pencipta itu menurut apa yang ditaruh oleh Pencipta itu di dalam hati Anda, di dalam hati kita masing-masing. Lihat Roma 2:14-15.”(Lihat, Parhusip, Waspadalah terhadap Sekte Baru, Sekte Pengagung Yahweh(2003), hal. 40-41. Buku kecil Pdt. Parhusip ini tidak mencantumkan penerbit, tetapi hanya tahun dan alamat penulisnya di GSJA ”PEMENANG” jalan Tanah Lapang 19 Patane III – PORSEA 22384 Sumbagut.)
Tuhan Islam
Dalam Islam, nama Tuhan sangat penting dan bersumber dari wahyu, bukan hasil konstruksi budaya. Bagi umat Muslim, Allah adalah nama diri (proper name) dari Dzat Yang Maha Kuasa, yang memiliki nama dan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat Allah dan nama-nama-Nya pun sudah dijelaskan dalam al-Quran, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada terjadinya spekulasi akal dalam masalah ini.
Tuhan orang Islam adalah jelas, yakni Allah, yang SATU, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. (QS 112). Imam Ibn Katsir dalam Kitab Tafsir-nya menulis bahwa ‘Allah’ adalah ‘al-ismu al-a’dhamu’ (Nama Yang Agung.
‘Allah’ juga merupakan nama yang khusus dan tidak ada sesuatu pun yang memiliki nama itu selain Allah Rabbul ‘Alamin. Bahkan, sejumlah ulama seperti Imam Syafii, al-Khithabi, Imam Haramain, Imam Ghazali, dan sebagainya menyatakan, bahwa lafaz Allah adalah isim jamid, dan tidak memiliki akar kata.
Menurut para ulama ini, kata Allah bukan ‘musytaq’ (turunan dari kata asal). Salah satu bukti bahwa lafaz Allah tidak ”musytaq” adalah jika ditambahkan ”huruf nida” (huruf panggilan, seperti huruf ”ya nida’” maka tidak berubah menjadi ”Yaa ilah”, tetapi tetap ”Yaa Allah”. Sedangkan jika huruf nida ditambahkan pada kata ”al-Rahman”, misalnya, maka akan berubah menjadi ”Yaa Rahman” (perangkat ta’rif-nya hilang). (Lihat, Ibn Katsir, Tafsir al-Quran al-‘Adhim, (Riyadh: Maktabah Darus Salam, 1994), 1:40)
Ada kemiripan kisah Nabi Musa a.s. dalam Kitab Keluaran dengan kisah Nabi Musa a.s. dalam QS Thaha. Dalam keyakinan orang Muslim, al-Quran adalah wahyu yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sebagian isinya berisi cerita para Nabi yang mengkoreksi cerita-cerita versi sebelumnya. Dalam versi Yahudi/Kristen, Muhammad SAW dianggap telah menulis al-Quran dengan menjiplak Bibel. Karena itu, tinggal pilih, percaya yang mana?
Dalam Kitab Keluaran 3:14 diceritakan: ”Firman Allah kepada Musa: “AKU ADALAH AKU.” Lagi Firman-Nya: “Beginilah kau katakan kepada orang Israel itu: AKULAH AKU telah mengutus aku kepadamu.”
Sedangkan dalam al-Quran surat Thaha:14 disebutkan: “Innaniy ana-Allahu Laa-ilaaha illaa Ana, fa’budniy wa-aqimish-shalaata lidzikriy.” (Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan tegakkan shalat untuk mengingat-Ku).
Jadi, berbeda dengan Yahudi dan Kristen, nama Tuhan dalam Islam adalah Allah. Nama Allah itu bukan hasil budaya atau kesepakatan masyarakat Arab. Tapi, nama itu kita ketahui, karena Allah SWT telah mengenalkan nama-Nya melalui al-Quran, kitab wahyu yang terakhir.
Kaum muslim patut bersyukur, bahwa mereka tidak berselisih tentang nama Tuhan. Wallahu A’lam bish-shawab. (Solo, 24 Januari 2020).