Artikel Terbaru ke-2.165
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Banyak pesantren dan sekolah Islam yang menebarkan poster tentang pelajar SMA-nya yang diterima di berbagai Perguruan Tinggi Negeri. Tapi, hampir saya tidak melihat, diantara mereka yang mengambil kuliah sejarah atau pendidikan sejarah. Tampaknya, kesadaran tentang pentingnya belajar sejarah masih perlu terus digaungkan.
Saat ini begitu banyak pesantren atau sekolah Islam yang belum menyiapkan secara khusus guru-guru sejarah yang hebat. Guru sejarah harus pintar, memiliki ilmu yang luas, dan yang lebih penting harus memiliki ilmu sejarah yang benar. Jangan sampai guru sejarah memiliki pemahaman yang salah tentang Islam dan sejarahnya, sehingga ia justru akan merusak pemikiran para muridnya sendiri.
Pendidikan sejarah inilah yang menjadi perhatian besar Pesantren At-Taqwa Depok sejak kali pertama didirikan tahun 2015. Mengikuti konsep pendidikan Prof. Naqub al-Attas tentang adab, Pesantren At-Taqwa Depok menempatkan pendidikan sejarah sebagai ilmu yang fardhu ain. Pelajaran sejarah ini sangat penting dalam membangun pemikiran yang benar tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan.
Karena itu, pendidikan sejarah diajar oleh guru-guru sejarah yang serius. Para guru itu juga menulis artikel dan buku-buku sejarah untuk diajarkan kepada para santri. Ini untuk memacu kesadaran para santri agar mencintai pelajaran sejarah dan bersemangat meneladani budaya ilmu yang ada pada guru-gurunya.
Sebagai contoh, pada tahun 2020, Pesantren At-Taqwa Depok menggelar Kuliah Umum dengan tema “Bagaimana Cara Mengajarkan Sejarah yang Benar kepada Anak”. Pada saat itu juga dibedah buku “Sejarah Nasional Indonesia untuk Pelajar” karya Dr. Suidat, guru pesantren At-Taqwa Depok.
Dr. Suidat menulis disertasinya tentang Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Islam. Ia menelaah buku ajar tentang Pancasila di satu organisasi Islam. Banyak usulan yang ia sampaikan dalam disertasinya itu, bagi perbaikan pendidikan Pancasila di kampus-kampus Islam lainnya.
Guru sejarah lain di Pesantren At-Taqwa Depok adalah Ahda Abid al-Ghifari. Ia lulusan pendidikan sejarah Universitas Negeri Yogyakarta. Lulus S-1, Ahda mengikuti pendidikan intensif di Ma’had Aliy Imam al-Ghazali (MAIG) Solo.
Di MAIG inilah Ahda al-Ghifari – kelahiran tahun 1991 -- menjalani pendidikan intensif selama setahun bersama para guru yang baik. Ia nyantri di MAIG dengan serius, dan mengasah kemampuan intelektualnya bersama para dosen sejarah di MAIG, seperti Arif Wibowo MPI, Dr. Muhammad Isa Anshari, Dr. Susianto, dan sebagainya. Meskipun tidak memberikan gelar akademik, tetapi mahasantri MIG harus menulis Tesis yang kualitasnya setingkat Tesis S-2.
Lanjut baca,