Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada hari Sabtu (30/8/2020), saya mengisi acara diskusi via Zoom yang diselenggarakan oleh lembaga kegiatan Mahasiswa Muslim Universitas Trisakti Jakarta. Temanya tentang “Menyiapkan Generasi 2045”. Pembicara lainnya, seorang pengusaha muslim, Agung Yulianto.
Di antara ide menarik yang disampaikan Agung Yulianto dalam diskusi tersebut adalah agar anak-anak muda muslim jangan takut memiliki anak banyak. Ia memberikan resep untuk sukses berusaha di era disrupsi saat ini. Diantaranya: menyukai, menguasai, menghasilkan sesuatu, serta dibutuhkan umat manusia.
Diimbau juga agar mahasiswa muslim tidak pesimis terhadap masa depan Indonesia. Sebab, oleh sejumlah lembaga ekonomi internasional, Indonesia diprediksi akan menjadi negara ke-4 terbesar dalam hal Produk Domestik Bruto-nya, setelah Cina, India, dan AS. Tapi, itu diperkirakan baru akan terjadi pada tahun 2050.
Saya beberapa kali berjumpa dengan seorang ekonom internasional dari Malaysia. Ia pun menyampaikan hal senada. Bahwa, banyak ekonom internasional memperkirakan naiknya pangsa pasar ekonomi Indonesia pada tahun 2050. Hanya saja, katanya kepada saya, “Ketika itu, tahun 2050, umat Islam ada dimana?”
Soal masa depan ekonomi Indonesia, kita serahkan kepada para ekonom kita untuk menganalisisnya. Yang perlu kita pikirkan adalah pernyataan ekonom Malaysia tersebut: “Di tahun itu, kita semua, umat Islam, ada dimana? Bagaimana kondisi umat ketika itu? Apakah memegang peran yang menentukan, atau hanya menjadi kaum marjinal dan pelengkap penderita?”
*****
Tidak bisa dipungkiri bahwa jumlah penduduk merupakan potensi besar dalam bidang ekonomi. Jumlah penduduk yang besar memerlukan aneka konsumsi barang dan jasa yang besar pula. Konsumsi barang dan jasa itulah yang menggerakkan roda ekonomi nasional.
Sejumlah negara kini mulai dilanda penurunan pertumbuhan ekonomi karena mulai kekurangan jumlah penduduk produktif. Beberapa negara sudah menunjukkan angka pertumbuhan yang minus. Jumlah yang mati lebih banyak daripada jumlah yang lahir. Karena itulah, sejumlah negara memberikan insentif yang tinggi kepada warganya yang bersedia melahirkan anak.
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/banyak-anak-bagus,--tapi-harus-bisa-mendidik