Artikel Terbaru ke-2.253
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 8 Mei 2025 lalu, situs https://www.idnfinancials.com memuat berita berjudul:
“Studi Harvard: Indonesia negara paling sejahtera nomor satu.” Disebutkan, bahwa sebuah studi dari Universitas Harvard, Baylor University dan lembaga survei Gallup menyebut Indonesia berada di peringkat pertama, sebagai negara dengan penduduk paling flourishing atau sejahtera.
Mengutip laporan The New York Post, Senin (5/5/2025), studi ini melibatkan lebih dari 200.000 responden dari 22 negara yang secara kolektif mewakili 64% populasi dunia.
Berbeda dari laporan kebahagiaan tahunan konvensional, penelitian ini mengusung konsep flourishing, yang mencakup kesejahteraan holistik seseorang.
Kesejahteraan dalam konteks ini tidak hanya mencakup kesehatan fisik dan mental, tetapi juga makna dan tujuan hidup, karakter dan kebajikan, hubungan sosial yang kuat, serta stabilitas ekonomi dan material.
“Indonesia tidak menonjol secara ekonomi, tetapi memiliki kekuatan dalam hubungan sosial dan nilai-nilai karakter yang mendukung komunitas,” kata seorang peneliti, seperti dikutip The New York Post.
Meski mengakui bahwa Indonesia bukan negara kaya, penelitian itu menyebut Indonesia sebagai negara unggul karena penduduknya punya kualitas hubungan sosial, nilai kebersamaan, serta keterlibatan masyarakat yang cukup tinggi. Sejumlah hal itu membuat Indonesia memimpin di peringkat pertama, jauh dari Amerika Serikat (AS) yang hanya berada di peringkat ke-12 dan Jepang di peringkat terbawah.
Selain Indonesia, negara-negara lain yang juga menempati posisi teratas dalam studi ini adalah Israel, Filipina, Meksiko, dan Polandia. Penelitian itu juga menyoroti posisi Jepang—yang memiliki angka harapan hidup tertinggi di dunia, namun berada di peringkat paling bawah karena hubungan sosial penduduknya cukup rendah.
Negara-negara berpenghasilan tinggi, menurut penelitian tersebut, cenderung kekurangan dalam hal hubungan sosial yang bermakna dan keterlibatan komunitas, dibandingkan negara-negara berkembang.
“Kami tidak mengatakan bahwa kekayaan atau umur panjang tidak penting. Namun, temuan ini menunjukkan bahwa ada harga yang mungkin dibayar dalam proses pembangunan,” ujar Brendan Case, salah satu penulis studi.
Melalui temuan ini, para peneliti mengajak dunia untuk mempertimbangkan kembali arah pembangunan global—menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti makna hidup, hubungan antarmanusia, dan kebajikan.
*****
Tentu saja berita tentang tentang peringkat kesejehteraan Indonesia itu cukup menggembirakan. Tetapi, kita tidak boleh terlena. Setidaknya, berita ini menambah daftar keberagaman konsep baru tentang tolok ukur kemajuan suatu negara. Kemajuan suatu negara tidak hanya diukur dari pendapatan per orang. Tapi, dari berbagai aspek lainnya.
Selama ini, sudah ada dalam negara-negara bahagia yang dikeluarkan setiap tanggal 20 Maret. Biasanya, Indonesia menduduki peringkat 80-an keatas, dari 130-an negara yang disurvei. Negara paling bahagia di dunia, diduduki oleh Finlandia, selama delapan tahun berturut-turut. Tapi, sekarang muncul daftar negara sejahtera versi Harvard ini. Kita patut gembira, tapi tak perlu berlebihan.
Selama ini, di berbagai forum pendidikan atau pengajian, hampir tidak ada yang menyatakan, bahwa Indonesia lebih maju daripada AS atau Jepang. Kita selalu diposisikan sebagai negara sedang berkembang, dengan pendapatan 3000-4000 USD per orang per tahun. Tahun 2030 ditargetkan pemdapatan kita mencapai 11.000 USD per orang per tahun.
Kenaikan pendapatan rakyat tentu kita harapkan. Tetapi, saat ini sudah ada yang mengakui, bahwa kita punya potensi kesejahteraan yang tidak dimiliki oleh negara-negara yang sekarang dianggap paling maju. Kita punya potensi hubungan sosial yang kuat sebagai landasan pembangunan bangsa kita.
Dengan keluarnya daftar negara-negara sejahtera versi Harvard ini, kita berharap, muatan pelajaran kita tentang ciri-ciri negara maju sudah saatnya diubah. Pada saat yang sama, kita harus memperbaiki berbagai kelemahan kita. Semoga Allah menolong kita. Amin. (Depok, 21 Juni 2025).