HEBOH SOAL NASAB DAN PENTINGNYA MEMAHAMI KONSEP ILMU YANG BENAR

HEBOH SOAL NASAB  DAN PENTINGNYA MEMAHAMI KONSEP ILMU YANG BENAR

 

Artikel Terbaru ke-1.983

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

 

            Mencermati perdebatan soal “nasab” yang sangat heboh akhir-akhir ini, ujung-ujungnya menyadarkan kita akan pentingnya pemahaman tentang “konsep ilmu” yang benar. Sebab, memang disitulah akar masalahnya. Inilah yang dikatakan oleh Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, bahwa problem terbesar yang dihadapi oleh umat Islam saat ini adalah problematika ilmu.

            Ada seorang yang membuat definisi sendiri tentang apa itu “ilmu” dan “ilmiah”. Ujung-ujungnya, ia terjebak kepada empirisisme. Bahwa yang ilmiah itu harus terverifikasi oleh indera manusia. Membatasi ilmiah hanya pada hal yang bisa terindera ini adalah logika kaum Bani Israel yang menolak untuk beriman sampai melihat Allah dengan mata kepala mereka sendiri. (QS 2: 55).

            Fatalnya, ia menyatakan, bahwa keimanan itu berbeda dengan keilmuan. Iman adalah hal harus dipercayai, tetapi tidak harus dibuktikan secara ilmiah. Tentu saja ini sangat keliru. Sebab, dalam Islam, iman itu harus berdasarkan ilmu. Allah memerintahkan: Fa’lam annahuu laa-ilaaha illallah!      

Jika orang tersebut membatasi yang ilmiah hanya pada aspek inderawi, maka hampir bisa dipastikan, orang itu pun tidak akan bisa memastikan secara inderawi, siapa sebenarnya ayah dan ibunya. Pasti ia tidak dapat membuktikan secara inderawi apakah nenek moyangnya dulu adalah Nabi Adam atau monyet. Silakan dibuktikan secara inderawi!

            Dalam kehidupan sehari-hari, orang itu juga tidak akan pernah naik pesawat, jika ia mau bersikap ilmiah. Ia harus membuktikan sendiri, bahwa pilotnya benar-benar seorang pilot yang berpendidikan dan berpengalaman sebagai pilot! Bukan pelawak yang ngaku-ngaku sebagai pilot. Ia harus mengecek sendiri, apakah pesawat itu ada bahan bakarnya atau tidak! Apakah mesin pesawat itu bekerja dengan baik atau tidak! Tidak mungkin ia akan memastikan semua itu secara inderawi, dengan mata kepalanya sendiri!

            Jadi, ia harus percaya saja apa yang dikatakan pramugari atau orang yang mengaku sebagai pilot. Bahkan, ia pun tidak tahu, pesawat itu sebenarnya mengarah ke tujuan mana. Jika ia konsisten bersikap ilmiah, maka ketika ia ingin bepergian dari Jakarta ke Medan, sangatlah logis jika ia berjalan kaki, naik sepeda, atau berenang, menyeberangi lautan.

            Memahami itu semua, patutlah kita bersyukur sebagai muslim, kita memiliki konsep ilmu yang unik dan unggul. Sebagaimana disebutkan dalam al-Aqaid al-Nasafiah, Islam mengakui tiga sumber ilmu: panca indera, akal, dan khabar shadiq. Logika dari akal yang sehat dan diterima secara universal, merupakan sumber ilmu yang pasti pula. Begitu juga dengan khabar yang mutawatir dan diterima oleh orang-orang terpercaya.

            Dalam soal penetapan nasab seseorang kepada Rasulullah saw atau kepada para nabi sebelumnya, pun bisa dikatakan ilmiah jika didasarkan kepada salah satu dari tiga sumber ilmu tersebut. Tes DNA belum pasti bisa dijadikan sebagai rujukan, sebab tidak mudah untuk memastikan bahan yang dijadikan sebagai rujukan. Misalnya, untuk memastikan, apakah tulang atau rambut ini benar-benar tulang Nabi Ibrahim atau tidak! Apakah ilmuwan yang melakukan tes DNA itu bisa dipercaya atau tidak! Apalagi, dalam syariat Islam, ada pembedaan penetapan nasab anak sah dengan anak zina.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/heboh-soal-nasab--dan-pentingnya-memahami-konsep-ilmu-yang-benar

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait