Artikel Terbaru ke-2.099
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Tepat 55 tahun lalu, 3 Januari 1970, Nurcholish Madjid (Cak Nur) meluncurkan ide pembaruan pemikiran Islam melalui makalahnya yang berjudul: “Keharusan Pembaruan Pemikiran Islam dan Masalah Integrasi Umat.”
Dalam makalahnya, Nurcholish menulis: “… pembaruan harus dimulai dengan dua tindakan yang saling erat hubungannya, yaitu melepaskan diri dari nilai-nilai tradisional dan mencari nilai-nilai yang berorientasi ke masa depan. Nostalgia, atau orientasi dan kerinduan pada masa lampau yang berlebihan, harus diganti dengan pandangan ke masa depan. Untuk itu diperlukan suatu proses liberalisasi. Proses itu dikenakan terhadap “ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan Islam” yang ada sekarang ini...” Untuk itu, menurut Nurcholish, ada tiga proses yang harus dilakukan dan saling kait-mengait: (1) sekularisasi, (2) Intellectual freedom (kebebasan berfikir), dan (3) ’Idea of progress’ dan ‘Sikap Terbuka’. (Lihat buku
Gagasan Islam Liberal di Indonesia (1999) oleh Dr. Greg Barton).
Pidato menimbulkan polemik hebat. Sampai-sampai, Mohammad Natsir memberikan respon. Pak Natsir mengkhawatirkan gagasan Pembaharuan yang ingin “menjauhkan diri dari “cita-cita akidah dan umat Islam.” (Lihat, Muhammad Kamal Hassan, Modernisasi Indonesia: Respon Cendekiawan Muslim (Ciputat: Lingkaran Studi Indonesia, 1987).
Tahun 1972, HM Rasjidi menulis buku berjudul Sekularisme dalam Persoalan Lagi: Suatu Koreksi atas Tulisan Drs. Nurcholish Madjid, (Jakarta: Jajasan Bangkit). Setahun kemudian, Rasjidi kembali menulis buku berjudul Suatu Koreksi Lagi bagi Drs. Nurcholish Madjid, (Jakarta: DDII, 1973). Prof. Dr. Faisal Ismail, M.A., guru besar Universitas Islam Negeri Yogyakarta menulis buku berjudul Membongkar Kerancuan Pemikiran Nurcholish Madjid Seputar Isu Sekularisasi dalam Islam (2010).
Lanjut baca,