Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Bulan Maret lalu, sejumlah situs berita meluncurkan laporan tentang Daftar Negara-negara Bahagia (World Happiness Report). Dari 156 negara yang diteliti, Indonesia menduduki peringkat ke-84. Percaya? (https://happiness-report.s3.amazonaws.com/2020/WHR20.pdf).
Tahun sebelumnya, Indonesia berada di peringkat ke-92. Satu tingkat di atas China. Beberapa kriteria yang diukur: yaitu pendapatan per kapita, kesehatan masyarakat, dukungan sosial, kebebasan memilih, kedermawanan, tingkat korupsi, dan sebagainya.
Berikut daftar 10 besar negara paling bahagia di dunia: Finlandia (7.809), Denmark (7.646), Swiss (7.560), Islandia (7.504), Norwegia (7.488), Belanda (7.449), Swedia (7.353), Selandia Baru (7.300), Austria (7.294), Luxembourg (7.238).
Bagaimana kita menyikapi Laporan Kebahagiaan Global versi PBB itu? Jawabnya: kita harus bersikap adil. Berbagai kekurangan kita, perlu diakui. Tapi, dalam perspektif Islam, hal itu tidak dapat diterima sepenuhnya. Mengapa misalnya, tidak ada kriteria konsumsi alkohol, angka bunuh diri, dan sebagainya.
Dalam Islam, kebahagiaan terkait dengan sikap jiwa seorang muslim yang kokoh imannya dan hidup sesuai dengan keyakinannya. Negara bahagia adalah negara yang penduduknya beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. (QS al-A’raf: 96). Tentu disini termasuk aspek kebersihan, tingkat korupsi, kedisiplinan, kejujuran, dan sebagainya. Artinya, jika iman benar-benar ditanamkan, maka pasti akan terwujud masyarakat bahagia.
Bahkan dalam al-Quran Surat Ibrahim (14) ayat 24-26, disebutkan: “Tidakkah kamu memperhatikan bagaimana Allah membuat kalimat yang baik adalah seperti pohon yang baik, akarnya kuat dan cabangnya (menjulang) ke langit. (Pohon) itu menghasilkan buahnya pada setiap waktu dengan seizing Tuhannya. Dan Allah membuat perumpamaan itu untuk manusia agar mereka ingat (mengambil pelajaran). Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk seperti pohon yang buruk yang telah dicabut akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat (tegak) sedikit pun.”
Ayat al-Quran ini memberikan dasar yang tegas, bahwa “Negara Maju dan Bahagia” wajib berasas Tauhid, yakni keyakinan yang kokoh bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan yang berhak disembah manusia, yang wajib ditaati perintah-Nya dan dijauhi larangan-Nya. Orang Muslim, di mana pun berada, pasti sangat setuju dengan upaya penegakan kalimah Tauhid di muka bumi, dan pasti bersyukur jika ada umat manusia yang bertekad untuk menjadikan Tauhid sebagai asas tegaknya suatu masyarakat. Lawan dari Tauhid adalah syirik (kemusyrikan). Luqmanul Hakim, tokoh bijak yang diabadikan dalam al-Quran, mengajarkan kepada kita sebuah dasar pendidikan: “Wahai anakku, janganlah menserikatkan Allah dengan yang lain, sebab syirik adalah kezaliman yang besar.” (QS Luqman:13). Syirik adalah kezaliman dan sikap yang tidak beradab kepada Allah. Syirik adalah dosa besar, karena menempatkan Allah – satu-satu-Nya al-Khaliq – sejajar dengan manusia atau mengangkat manusia ke derajat al-Khaliq. Kita melihat, dalam dunia manusia, Presiden
Lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/indonesia-negara-bahagia-ranking-84.-percaya