Artikel ke-1.391
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dalam acara Seminar Pendidikan Nasional di Pesantren Elkisi Mojokerto (15/12/2022), seorang pengawas sekolah menyatakan, bahwa pendidikan seharusnya bukan berbasis adab, tetapi berbasis aqidah. Pendapat pengawas tersebut benar. Memang, adab pertama yang harus ditanamkan kepada diri anak adalah adab kepada Allah, yakni agar anak bertauhid dan tidak menyekutukan Allah dengan apa pun juga.
Menurut Prof. Syed Naquib al-Attas, adab adalah pengenalan dan pengakuan terhadap segala sesuatu, sehingga menimbulkan perilaku yang betul (right action). Adab kepada Allah bermakna seorang manusia harus mengenal Allah dan kemudian bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan kemudian ia beribadah kepada Allah sesuai dengan tuntunan utusan Allah.
Karena itulah, adab pertama yang ditanamkan oleh Luqman al-Hakim kepada anaknya adalah: “Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Allah (syirik). Sebab, menyekutukan Allah adalah kezaliman yang besar.” (QS Luqman: 13).
Orang yang mengenal Allah, pastilah ia akan mentaati perintah dan larangan Allah. “Barangsiapa mengenal Allah, maka suruh dan tegahnya, tiada ia menyalah!” (Gurindam 12).
Dalam ajaran Islam, syirik merupakan dosa besar, yang tidak terampuni. Karena itu, orang tua dan guru, wajib memprioritaskan pendidikan Tauhid dan menjauhkan anak-anak dari dosa syirik, yang dikatakan sebagai kezaliman besar, karena telah merampas hak Allah.
Suatu saat, Rasulullah saw bertanya kepada Muadz bin Jabal r.a.: “Tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya ?” Mu’adz berkata: Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui. Lalu, Nabi bersabda, (yaitu)“hendaknya mereka beribadah kepada Allah semata dan tidak menyekutukan-Nya dengan apa pun juga…” (HR Bukhari dan Muslim).
Syirik itu hakekatnya merendahkan martabat Allah, karena Allah disetarakan dengan makhluk. Karena itu, riya’ disebut sebagai “syirik kecil”. Sebab, riya’ mempersembahkan amal perbuatan kepada makhluk; mengharapkan pujian dari makhluk; bukan mengharap pujian dan ridha dari al-Khaliq, Allah SWT.
Di era modern sekarang, mendidik anak dengan Tauhid menghadapi tantangan yang sangat berat. Sebab, begitu banyak paham yang meremehkan persoalan aqidah. Sebagai contoh, al-Quran menjelaskan, bahwa Nabi Isa a.s. adalah utusan Allah SWT kepada kaum Bani Israel.
“Dan ingatlah ketika Isa Ibn Maryam berkata, wahai Bani Israel, sesungguhnya aku ini adalah utusan Allah kepada kalian, yang membenarkan apa yang ada pada kita (Taurat) dan menyampaikan kabar gembira akan datangnya seorang Rasul yang bernama Ahmad”. (QS ash-Shaff: 6).
Jadi, kedudukan Nabi Isa a.s. dalam ajaran Islam sudah amat sangat jelas. Nabi Isa adalah manusia, utusan Allah. Nabi Isa bukan Tuhan atau anak Tuhan. Sebab Allah tidak beranak dan tidak diperanakkan. Bahkan, Allah sangat murka karena dituduh memiliki anak. (QS Maryam: 88-91).
Lanjut baca,