Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Sejarawan Marvin Perry, mencatat dalam bukunya, Western Civilization: A Brief History, (New York: Houghton Mifflin Company, 1997), bahwa nilai penting dari pemikiran Niccolo Machiaveli adalah usahanya melepaskan pemikiran politik dari kerangka agama dan meletakkan politik semata-mata urusan ilmuwan politik.
“In secularizing and rationalizing political philosophy, he initiated a trend of thought that we recognized as distinctly modern,” tulis Perry. Jadi, sumbangan terbesar Machiavelli adalah menghilangkan faktor agama dalam politik, dengan memandang masalah politik dan negara, semata-mata sebagai faktor saintifik yang rasional. Inilah yang dipandang sebagai ilmu politik modern.
Karena menolak semua sumber ilmu yang berasal dari “Kitab Suci”, maka para ilmuwan sekular menumpukan pencarian asal-usul alam semesta dan menusia semata-mata berdasarkan sumber “indera” (positivisme) dan sumber akal (rasionalisme). Akibatnya, pikiran, waktu dan tenaga yang luar biasa besarnya dicurahkan untuk mencari asal-usul alam semesta, yang sebenarnya bersifat rasional spekulatif, dan tidak membawa dampak positif besar bagi kehidupan manusia, dibandingkan dengan banyaknya umat manusia yang masih hidup dalam penderitaan.
. Pada 10 September 2011, berbagai media massa inernasional menyiarkan berita, bahwa
Badan Antariksa AS, NASA, berhasil meluncurkan dua satelit kembar dengan sebuah roket Delta II dari Cape Canaveral Air Force Station, Florida, AS, Sabtu (10/9/2011) pukul 09.08 waktu setempat atau 20.08 WIB. “Misi ini tergolong murah dengan menghabiskan dana 500 juta dollar AS,” begitu berita di salah satu media online. Misi besar ke dua satelit adalah menduga-duga, apakah benar dugaan bahwa Bulan yang ada saat ini merupakan hasil tumbukan dua benda langit atau di masa lalu ada dua Bulan yang mengelilingi Bumi.
(http://www.astronomi.us/2011/09/satelit-kembar-dikirim-nasa-ke-bulan.html)
Dalam pengajaran Biologi dan Ilmu Sejarah, di sekolah-sekolah, misalnya, masih dijumpai penggunaan teori “evolusi” Darwin sebagai basis analisis mencari asal-usul manusia. Berangkat dari pandangan alam terhadap manusia yang sangat sekular dan materialistis, para ilmuwan ini menolak menggunakan Kitab Suci sebagai sumber ilmu. Mereka lalu menoleh ke anggapan adanya sosok manusia purba yang menjadi jembatan evolusi makhluk tertentu ke manusia.
Cara pendidikan sejarah sekular seperti ini jelas mengabaikan konsep dasar Islam tentang manusia yang meletakkan unsur “Ruh” sebagai factor esensial pada manusia. Mereka hanya menelurusi sejarah manusia dari unsure fisik manusia, yaitu unsure daging dan tulang. Karena yang tersisa hanya tulang belulang, maka yang diteliti sebenarnya adalah “sejarah tulang manusia” bukan “sejarah manusia”.
Menurut al-Quran, fase sejarah manusia yang terpenting adalah saat manusia berada di alam arwah dan membuat ikatan perjanjian dengan Allah SWT sebagaimana dijelaskan dalam QS 7:172. Ketika itu, Allah bertanya kepada para arwah: “Alastu birabbikum?” (apakah Aku Tuhanmu?) Dan mereka menjawab: “Qaaluu balaa syahidnaa”. (Benar, kami menjadi saksi!). Jika manusia tahu asal-usulnya yang sebenarnya, maka dia akan merindukan derajat ma’rifatullah; dia rindu untuk selalu dekat dengan Allah. Inilah fase sejarah yang penting untuk dipahami manusia, sehingga tujuan diciptakannya manusia tercapai; manusia mengenal Allah dan bersemangat untuk beribadah kepada-Nya. Jadi, dari worldview sekular dan epistemologi yang menolak wahyu sebagai sumber ilmu, lahir ilmu pengetahuan tentang sejarah manusia yang merusak manusia itu sendiri.
Lanjut baca,