JANGAN MAU DIADU, AGAR RI TIDAK BUBAR

JANGAN MAU DIADU,  AGAR RI TIDAK BUBAR

 Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Di sejumlah media sosial, kini muncul banyak kekhawatiran, bahwa Indonesia akan terpecah dan mengalami konflik terbuka seperti Suriah. Bagaimana umat Islam Indonesia menyikapi hal seperti ini?

            Dalam artikel pilihan terdahulu pernah saya tulis artikel berjudul: “Indonesia Akan Seperti Suriah? (Pentingnya Membangun Tradisi Dialog Ilmiah)”. Sejarah menunjukkan bahwa para pendiri bangsa Indonesia adalah orang-orang yang memiliki “tradisi dialog”  untuk mencapai satu kesepakatan bersama.

            Kita bisa menyimak, bagaimana tajamnya perbedaan pemikiran antara Bung Karno dengan A. Hassan, Natsir, dan sebagainya. Tahun 1926, Bung Karno menulis artiukel yang mendukung kebijakan Kemal Attaturk di Turki untuk memisahkan agama dengan negara. Gagasan ini ditolak oleh para tokoh Islam. Polemik berlangsung seru. Tapi berlangsung ilmiah dan terbuka.

Konflik idelogis yang tajam itu kemudian berlanjut ke BPUPK. Lalu, Bung Karno memelopori pembentukan Panitia Sembilan yang melahirkan Piagam Jakarta. Namun, Piagam Jakarta pun ditolak kembali oleh kalangan minoritas Indonesia Timur dan sejumlah kalangan lain.  Bung Hatta melobi para tokoh Islam, terutama Ki Bagus Hadikusumo dan Kasman Singodimedjo, agar bersedia menerima perubahan Piagam Jakarta – yang dikatakan Bung Karno merupakan hasil kompromi maksimal yang bisa dicapai antara Golongan Islam dengan Golongan Kebangsaan. Dalam sidang PPKI 18 Agustus 1945, Bung Karno mendiamkan saja usaha Bung Hatta itu. Artinya, Bung Karno setuju.

Meskipun kekuasaan Bung Karno dan Pak Harto sempat berakhir tragis, tetapi Indonesia masih tetap utuh.  Sayangnya, Timor-Timur terlepas. Tantangan berat justru terjadi di era reformasi. Lebih berat lagi tantangan di era media sosial. Pada bulan Oktober 2016, saya diundang menjadi pembicara dalam sebuah seminar internasional di Malaysia tentang peran media sosial dalam pembangunan bangsa. Saya membawakan makalah dengan judul “Peranan Media Sosial Dalam Pembinaan Negara: Pengalaman Indonesia”.

Dr. Rulli Nasrullah M.Si, dalam bukunya Media Sosial: Perspektif Komunikasi, Budaya, dan Sosioteknologi (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2016), mendefinisikan ’media sosial’ adalah: ”medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerjasama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial secara virtual.”

Berbeda dengan media informasi sebelumnya, maka media sosial memberikan kesempatan kepada setiap pengguna untuk menjadi konsumen sekaligus produsen informasi. Karena itu, setiap orang berkesempatan menjadi penyampai informasi, sehingga pemahaman adab informasi, khususnya bagi umat Islam, sudah sangat mendesak.  Masih sangat banyak masyarakat pengguna media sosial yang tidak memahami bahwa dirinya sudah menjadi bagian dari komunitas global, sehingga ia harus sangat berhati-hati dalam menerima dan menyebarkan informasi.

Lanjut baca,

http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jangan-mau-diadu,--agar-ri-tidak-bubar

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait

Tinggalkan Komentar