Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
”Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya. Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu tidak mengambil pelajaran?” (QS al-Jatsiyah (45):23).
*****
Bagi kita, kaum Muslim, ibadah puasa Ramadhan memang sangat istimewa. Ibadah ini dikhususkan untuk orang-orang yang beriman. Sebab, hanya yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya saja yang merasa terpanggil untuk menjalankan ibadah ini.
Selama menjalankan ibadah puasa Ramadhan, tidak ada orang lain yang tahu, apakah dia benar-benar berpuasa atau tidak. Anak istri atau orang tua pun tidak akan tahu, apakah seseorang benar-benar berpuasa atau tidak. Bisa saja kelihatannya seseorang berpuasa, tetapi siapa tahu apa yang dia lakukan ketika dia sendiri.
Karena itulah, puasa Ramadhan benar-benar merupakan ujian dan latihan yang sangat hebat dalam soal keimanan dan kejujuran. Selama Ramadhan inilah, kita, kaum Muslim, berlatih mengendalikan hawa nafsu kita. Betapa pun rasa lapar dan dahaga mencengkeram kita, kita dilatih untuk bersabar menunggu waktu berbuka tiba. Betapa pun kantuk dan lelah menerpa, kita paksakan untuk melangkahkan kaki ke masjid, melaksanakan shalat fardhu berjamaah atau shalat tarawih.
Sebagai manusia kita tentu punya berbagai keinginan dan kecintaan. Sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran ayat 14, sebagai manusia, kita juga menyukai apa yang disukai manusia pada umumnya, seperti menyukai lawan jenis, anak-anak, harta, kendaraan yang bagus, binatang ternak, atau pun sawah ladang.
Manusia mana pun, yang normal, akan menyukai hal-hal itu. Islam tidak mengharamkan itu semua. Dan sebagai agama wahyu, Islam berhasil menyatukan hal-hal yang oleh sebagian agama dianggap bertentangan. Misalnya, antara menikah dengan ibadah. Antara kekuasaan dan harta benda dengan sikap zuhud.
Di masa lalu, kita melihat bagaimana Islam melahirkan manusia-manusia yang menaklukkan dunia, tetapi sekaligus seorang ahli ibadah (’abid) yang luar biasa. Abu Bakar ash-Shiddiq, Umar bin Khatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, dan sebagainya, adalah penguasa-penguasa negara yang tidak tunduk oleh godaan dunia. Mereka tetap menjadi ahli ibadah yang luar biasa ketika menggenggam kekuasaan dunia yang begitu besar. Tapi, secara rutin mereka terus berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri mereka.
lanjut baca,
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jangan-menuhankan-hawa-nafsu