Artikel ke-1.873
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Selama berhari-hari belakangan ini, saya banyak menerima kiriman pesan yang mengritik keras seorang Ustadz, karena pendapatnya soal musik. Di media sosial pun masalah ini sangat ramai diperdebatkan. Tampak, bahwa soal ini bukan sekedar perbedaan pendapat – seperti soal qunut subuh – tetapi sudah mengarah ke perpecahan (tafarruq).
Perbedaan di kalangan para ulama sejak dulu pun sudah ada. Bahkan, sejak zaman Rasulullah saw, sudah terjadi beberapa perbedaan pendapat dalam memahami al-Quran dan sunnah. Para Imam mazhab juga berbeda pendapat dalam banyak hal.
Tetapi, mereka tidak berpecah belah. Imam Syafii berguru kepada Imam Malik. Imam Ahmad pun mengakui sebagai muridnya Imam Syafii dan selalu memuliakan dan mendoakan gurunya itu. Memang, di zaman itu belum ada internet atau sosial media, yang begitu cepat dan masif dalam menyebarkan berita.
Perpecahan inilah yang menjadi salah satu faktor utama kekalahan dan kehancuran peradaban Islam di masa lalu. Menjelang jatuhnya Kota Yerusalem ke tangan pasukan Eropa yang diikuti dengan tindakan pembantaian ribuan umat Islam, umat Islam terjangkit penyakit cinta dunia, malas berjuang, dan berpecah belah.
Ketika itu, perpecahan yang dahsyat terjadi antara pengikut mazhab Asy’ari dan mazhab Hambali. Masalah ini diangkat dengan sangat detail oleh Dr. Majid Irsan al-Kilani dalam buku Haakadzaa Dhahara Jiilu Shalahuddin yang sudah diindonesiakan dengan judul Model Kebangkitan Umat Islam oleh Ustadz Asep Sobari Lc.
Pada saat umat Islam terlena dengan kemewahan dan sibuk dengan kejayaan kelompoknya sendiri, maka sekonyong-konyong datang serbuan besar dari pasukan dari Eropa. Meskipun tingkat peradaban mereka jauh lebih rendah dari umat Islam, tetapi mereka memiliki semangat juang yang tinggi dalam usaha membebaskan Yarusalem.
Kasus itu menunjukkan bahwa penyakit berpecah belah yang terjadi bukan hanya karena perbedaan pendapat semata. Tetapi, perpecahan juga terjadi akibat merebaknya penyakit cinta dunia. Kebanggaan yang berlebihan akan popularitas dan kedudukan dalam pemerintahan di zaman itu mendorong terjadinya tindakan saling menjatuhkan antar mazhab.
Bahkan, di kampus Nizhamiyah sendiri terjadi permusuhan antar ulama yang berbeda mazhab. Saling caci maki satu sama lain. Adalah sangat mengkhawatirkan jika yang saling bermusuhan adalah para ulama, karena terjangkit penyakit cinta kehormatan, harta, dan popularitas.
Karena itulah, Imam al-Ghazali membuka Kitab Ihya’ Ulumiddin dengan bahasan tentang Ilmu. Di dalamnya dibahas bahaya ulama su’ (ulama jahat), yaitu ulama yang merusak agama karena cinta dunia dan ketiadaan ilmu. Imam al-Ghazali juga merumuskan konsep jatuh bangunnya umat, yaitu: rakyat rusak karena penguasa rusak, penguasa rusak karena ulamanya rusak, dan ulama rusak karena cinta harta dan kedudukan.
Sudah berulang kali kasus perpecahan umat Islam berdampak pada kekalahan dan kehancuran umat. Banyak ayat al-Quran yang mengajarkan tentang pentingnya ukhuwah Islamiyah. Bahkan, Allah pun cinta kepada orang-orang yang berjuang di jalan-Nya dengan organisasi yang rapi laksana satu bangunan yang kokoh. (QS ash-Shaf:4).
lanjut baca,
member.adianhusaini.id/member/blog/detail/jangan-saling-benci-dan-berpecah-belah--ancaman-sekularisme-sangat-serius