Artikel Terbaru (ke-1.622)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dalam satu ujian Komisi Pembimbing Disertasi Doktor Pendidikan Agama Islam di Universitas Ibn Khaldun Bogor, seorang kandidat doktor menyampaikan konsep guru dan pendidikan guru KH Ahmad Dahlan dan Ki Hadjar Dewantara. Ketika itu ia mengungkapkan sejumlah pesan penting dari KH Ahmad Dahlan. Diantaranya, pesan berikut ini.
Dikutip dari buku, "Pepeling Marang para Moeslimin Moehammadijah," disebutkan pesan Kiai Dahlan: “Wong Islam sing doeroeng pinter koedoe sinaoe marang wong pinter. Dadi wong Islam ikoe asipat rong warna, sepisan, asipat goeroe, ping pindo, asipat moerid. Sidji-sidjine wong Islam kasandangan koewadjiban rong roepa kang koedoe ditindakake, jaitoe sinaoe lan moelang.”
Artinya: “Orang Islam yang belum pandai harus belajar kepada orang pandai. Menjadi orang Islam itu punya sifat dua macam. Pertama, bersifat guru dan kedua, bersifat murid. Setiap orang Islam memiliki kewajiban dua macam yang wajib dijalankan, yaitu belajar dan mengajar.”
Pesan Kiai Dahlan ini sangat penting untuk kita renungkan, baik sebagai muslim maupun sebagai warga bangsa Indonesia. Sebab, Kiai Dahlan memang sedang berbicara kepada “wong Islam”, kepada semua orang Islam. Apa pun organisasi atau mazhabnya!
Setiap muslim punya dua sifat yang wajib dijalankan: jadi murid atau jadi guru; belajar atau mengajar! Kiai Dahlan sendiri menjadi teladan dalam soal belajar dan mengajar ini. Riwayat hidup beliau dipenuhi dengan perjuangan belajar dan mengajar yang tak kenal berhenti.
Dalam buku, K.H. Ahmad Dahlan, Reformer Islam Indonesia (1963), disebutkan, bahwa meskipun dalam kondisi sakit, Kiai Dahlan tak mau berhenti mengajar. Ia terus berkeliling daerah, mengajar, tanpa peduli nasehat dokter dan istrinya sendiri. Beberapa bulan sebelum wafatnya, pada 23 Februari 1923, Kiai Dahlan pergi 17 kali meninggalkan Yogyakarta untuk berbagai kegiatan mengajar di berbagai kota.
Dalam mengajarkan ilmunya, Kiai Dahlan tidak menunggu gedung megah untuk membuka sekolah. Ia mulai dari serambi rumahnya. Di situlah belajar sejumlah murid pertama, seperti Aisyah Hilal, Busyro Isom, Zahro Muhsin, Wadi’ah Nuh, Dalalah Hisyam, Bariah, Dawinah, dan Badilah Zuber. Kyai Dahlan sendiri yang mengajar mereka.
Tahun 1913, sekolah itu berpindah ke gedung baru, dan diberi nama “al-Qismul Arqa”. Pada tahun-tahun berikutnya, sekolah ini diberi nama Hooger Muhammadiyah School, lalu menjadi Kweekschool Islam. Dan pada 1932 namanya menjadi Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah. Inilah sekolah guru Muhammadiyah.
Madrasah Mu’allimin artinya: Madrasah Guru. Di berbagai pesantren, program itu diberi nama Kulliyatul Mu’allimin (Kuliah Guru). Program pendidikan itu memang dimaksudkan untuk melahirkan guru-guru pejuang yang ikhlas berbuat untuk masyarakatnya. Aktivitas belajar mengajar adalah aktivitas yang sangat mulia. Apalagi, dalam perspektif Islam, mengajarkan ilmu dengan ikhlas dan sungguh-sungguh akan menjadi amal jariyah yang terus mengalirkan pahalanya kepada sang pengajar.
Lanjut baca,
JIKA PESAN KIAI DAHLAN INI KITA JALANKAN, INSYAALLAH BANGSA KITA HEBAT (adianhusaini.id)