KASIHANILAH ANAK-ANAK, JANGAN DISUAPI ILMU YANG SALAH

KASIHANILAH ANAK-ANAK,  JANGAN DISUAPI ILMU YANG SALAH

 

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Pada hari Kamis (16/6/2022),  saya menghadiri undangan sebuah pesantren di Lembang Bandung, untuk menyampaikan paparan tentang Novel KEMI, yang saya tulis. Novel ini memang berlatar-belakang kehidupan pesantren, khususnya kisah seorang santri yang tersesat di alam liberalisme.

Atas perjuangan Sang Kyai, akhirnya Kemi, santri tersesat itu berhasil dijinakkan. Kemi sempat bertobat sebelum wafat, dalam sebuah drama kematian yang masih misterius. Kesesatan Kemi berawal dari pembangkangannya kepada kyai dan terbujuk rayu untuk kuliah di sebuah kampus berpaham pluralis agama.

Seorang ustadz bercerita bahwa teman pesantrennya dulu senang membaca novel gara-gara membaca Kemi. Selain mudah dipahami, Novel ini mengajak pembaca untuk berpikir dan memiliki konsep-konsep dasar dalam menjawab logika liberalisme.

Tetapi, novel Kemi bukan hanya berisi tentang kiat-kiat prakris menjinakkan pemikiran liberal, tetapi juga sebuah novel pendidikan. Novel ini saya tulis untuk menjawab sebuah novel yang memberikan gambaran buruk tentang pendidikan di pesantren. Kemi memberikan gambaran ideal tentang sosok kyai dan pendidikan pesantren.

Tujuan besar dari Novel Kemi dan sejumlah buku tentang pemikiran Islam adalah untuk memberikan ”vaksin pemikiran” kepada para pelajar, santri, atau mahasiswa. Sebab, mereka kini sedang hidup di tengah hegemoni peradaban sekular yang mengajak orang untuk meninggalkan agama dalam pemikiran, sikap, dan tindakan.

Semua itu berawal dari informasi atau ilmu yang salah, yang diterima oleh anak-anak, baik saat di rumah, di sekolah, atau dimana saja. Apalagi, di zaman serba internet, nyaris tidak mungkin anak-anak terbebas dari infeksi virus pemikiran yang merusak pemikiran dan akhlak. Karena itulah, dalam dominasi alam pemikiran sekularisme, sangat diperlukan ”vaksin pemikiran”, sebagai alat penangkal pemikiran sesat.

            Jadi, ilmu-ilmu yang rusak dan merusak pemikiran itulah yang disebut sebagai ”corrupted knowledge” (ilmu yang sidah terkorupsi; ilmu yang rusak). Ilmu yang rusak akan mengakibatkan terjadinya kekacauan ilmu, dan berikutnya memicu terjadinya loss of adab

            Dalam berbagai kesempatan, saya bertanya kepada beberapa santri dan pelajar muslim: SMA mana yang terbaik di kota ini? Maka mereka serentak menjawab: SMA itu! SMA itu adalah sebuah SMA negeri yang lulusannya banyak diterima di Perguruan Tinggi Negeri juga.

            Saya tanya balik mereka: ”Jadi, bukan SMA kita ini yang terbaik. Bukankah SMA ini SMA Islam? Bukankah di sini diutamakan pendidikan keimanan, ibadah, dan akhlak mulia? Apakah di SMA negeri itu diwajibkan anak harus iman dan akhlaknya benar untuk bisa lulus?”

            Sungguh, ini fenomena yang patut diprihatinkan. Sebab, ada ilmu yang salah yang sudah masuk, bahwa ukuran ”terbaik” diukur dari aspek materi, bukan dari aspek iman, taqwa dan akhlak mulia.

Pola pikir semacam ini akan menghasilkan manusia-manusia yang berlebihan dalam memandang jabatan, harta, kecantikan, dan popularitas. Padahal, al-Quran sudah menjelaskan, bahwa ”inna akramakum ’indallaahi atqaakum”, yang paling mulia diantara kamu adalah yang paling bertaqwa.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/kasihanilah-anak-anak,--jangan-disuapi-ilmu-yang-salah

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait