Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Partai Nasional Demokrat akhirnya mengusulkan tiga nama sebagai calon presiden RI 2024-2029. Ketiga nama itu ialah: Anies Baswedan, M. Andika Perkasa, dan Ganjar Pranowo. Suara gemuruh para peserta Rakernas Partai Nasdem terdengar, saat Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh menyebut nama Anies Baswedan. Dan memang, nama Anies paling banyak disebut oleh DPW Partai Nasdem.
Munculnya nama Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo tidaklah mengherankan. Sebab, dalam berbagai survei, tiga nama menduduki ranking teratas sebagai capres RI 2024-2029. Ketiganya adalah Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo. Hari-hari ke depan, media nasional terus diwarnai dengan berita dan isu tentang rencana koalisi partai-partai yang memiliki tiket untuk mengajukan calon presiden.
Salah satu faktor penting dalam membangun koalisi menuju kemenangan adalah gagasan tentang pasangan bercorak ideologis “Islam dan Kebangsaan” atau bahasa lainnya: Nasionalis-Raligius. Formula ini dianggap sebagai salah satu faktor penentuka kemenangan dalam berbagai kontestasi pemimpin. Pasangan Ganjar Pranowo dan Taj Yasin Maemoen meraih kemenangan dalam Pilgub Jawa Tengah. Terakhir, pasangan Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin juga meraih kemenangan, mengalahkan pasangan Prabowo-Sandiaga Uno.
Tetapi, kemenangan Joko Widodo dan Kyai Ma’ruf Amin menyisakan pekerjaan rumah yang panjang tentang aspek integrasi bangsa. Dalam berbagai acara diskusi dan perdebatan di televisi, sejumlah pengamat dan praktisi politik mengajukan gagasan perlunya rekonsiliasi bangsa melalui parpaduan capres dari kubu “cebong” dan “kampret” – dua istilah yang sebenarnya sangat tidak beradab dan tidak patut disematkan kepada sesama warga bangsa.
Dunia media sosial, pun semakin keruh dengan lontaran sebutan “kadrun” yang disematkan kepada kalangan tertentu. Kasihan sekali kepada pihak-pihak yang melakukan pelecehan atau penghinaan kepada sesama muslim atau sesama warga bangsa. Sebab, dosa itu menimpa kepada yang menzalimi.
Yang harus ditolong adalah yang melakukan kezaliman atau yang dizalimi. “Unshur akhaaka zhaaliman atau mazhluuman,” begitu sabda Nabi Muhammad saw. Maknanya, tolonglah saudaramu, baik yang zalim atau yang terzalimi. Caranya, adalah dengan mencegah pelaku kezaliman untuk melakukan kezaliman. Kezaliman terhadap sesama insan, akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Bahkan, pelaku kezaliman akan disedot amalnya oleh korban kezaliman.
Karena itu, sesuai dengan prinsip kemanusiaan yang adil dan beradab serta kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah-kebijaksaan, maka sepatutnyalah kita melaksanakan proses politik – termasuk proses Pilpres – dengan berprinsip kepada keadilan dan dibimbing oleh hikmah. Umat Islam jangan sampai melakukan kezaliman – misalnya dengan cara menyebarkan berita bohong tentang capres yang tidak didukungnya. “Janganlah kebencianmu pada suatu kaum menyebabkan kamu berlaku tidak adil. Berlaku adillah, sebab adil itu lebih dekat kepada taqwa.” (QS al-Maidah :8).
Lanjut baca,