KISAH PENCULIKAN SOEKARNO-HATTA DAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN

KISAH PENCULIKAN SOEKARNO-HATTA DAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

Kisah "penculikan" Soekarno-Hatta menjelang Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 sudah sangat populer. Bagaimana sebenarnya kisah tersebut? Buku berjudul "Kesabaran Revolusioner Djohan Sjahroezah, Pejuang Kemerdekaan Bawah Tanah" (Jakarta: Kompas, 2015), sedikit mengungkap kejelasan cerita tersebut.
Sjahroezah adalah tokoh dan Sekjen Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang juga menantu Haji Agus Salim. Alkisah, pada 14 Agustus 1945, Sutan Sjahrir, tokoh Partai Sosialis Indonesia (PSI), mendengar berita melalui radio gelap, bahwa Jepang sudah minta berdamai dengan Sekutu. Sjahrir lalu mendatangi Bung Hatta. Mereka berdua sepakat berkunjung ke rumah Bung Karno di jalan Pegangsaan Timur 56. Tujuannya meminta agar Proklamasi Kemerdekaan segera dilakukan.
Soekarno menolak. Kata Bung Karno: "Saya tak berhak bertindak sendiri. Hak itu adalah hak dan tugas Panitia Persiapan Kemerdekaan yang saya menjadi ketuanya."
Tanggal 15 Agustus 1945, Soekarno mengajak Sjahrir keliling Jakarta dengan mobil. Mereka berdebat. Soekarno menyatakan belum ada tanda-tanda Jepang akan menyerah pada Sekutu. Walhasil Soekarno tetap menolak untuk memproklamasikan Kemerdekaan.
Rasa jengkel dan marah Sjahrir dilampiaskan pada anak buahnya, bernama Soebadio Sastrosatomo, yang juga kemudian dikenal sebagai tokoh PSI. Berkali-kali Sjahrir menyatakan, "Soekarno pengecut dan banci."
Bung Karno tahu bahwa Sjahrir punya sikap tersendiri. Ketika didatangi banyak pemuda, Bung Karno menyatakan, bahwa ia menghadapi banyak aspirasi dari berbagai kalangan. Termasuk dari Sjahrir.
Akhirnya, dengan "skenario" tertentu, Bung Karno dan Bung Hatta "diculik" dan diasingkan ke Rengasdengklok, pada fajar hari 16 Agustus 1945. Komandan lapangan "penculikan" itu adalah syoodanco Singgih. Bung Karno curiga bahwa pembuat skenario itu adalah Sutan Sjahrir.
Mengetahui "penculikan" tersebut, tokoh nasional Ahmad Subardjo – anggota Panitia Sembilan – segera melapor ke Laksamana Tadashi Maeda. Akhirnya, malam itu juga, Bung Karno dan Bung Hatta dijemput oleh Subardjo, seorang Jepang, dan dua orang pemuda.
Laksamana Maeda setuju Proklamasi Kemerdekaan dilakukan pada esok harinya, 17 Agustus 1945. Syaratnya, tidak ada keributan. Naskah Proklamasi dirumuskan bersama dan diketik oleh Sayuti Melik. Naskahnya seperti yang selama ini sudah kita kenal dan kita dengar setiap Upacara Proklamasi Kemerdekaan kita.

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/kisah-penculikan-soekarno-hatta-dan-proklamasi-kemerdekaan

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait

Tinggalkan Komentar