MENGENAL SOSOK MENTERI AGAMA PERTAMA RI: PROF. HM RASJIDI, SANG DIPLOMAT DAN CENDEKIWAN BESAR

MENGENAL SOSOK MENTERI AGAMA PERTAMA RI: PROF. HM RASJIDI, SANG DIPLOMAT DAN CENDEKIWAN BESAR

Oleh: Nuim Hidayat (Penulis)

Dalam perjalanan sejarah perjuangan kemerdekaan dan pemikiran Islam di Indonesia, nama Prof. Dr. Rasjidi tidak mungkin dibuang begitu saja. Menteri Agama RI yang pertama yang memimpin Departemen Agama ini tercatat sebagai salah satu tokoh Islam terkemuka dan perintis tradisi intelektual di Indonesia. 

Gelar doktornya diraih di Universitas Sorbonne, Paris, tahun 1956. Disamping berbagai buku penting telah ia lahirkan, Rasjidi juga pernah menjadi pengajar di McGill University, Kanada. Tapi, meskipun akrab dengan pusat studi Islam di Barat, Rasjidi termasuk sedikit cendekiawan yang selamat dari jebakan pemikiran kaum orientalis. Ia bahkan kemudian menjadi salah satu pengkritik yang tajam dari pemikiran-pemikiran kaum orientalis dan pengikutnya di Indonesia.

            Siapakah Rasjidi?  Lelaki bertubuh mungil ini memiliki nama kecil Saridi. Ia  lahir di Kotagede Yogyakarta pada Kamis 20 Mei 1915 atau 4 Rajab 1333 H.  Ia anak kedua dari Bapak Atmosugido. Pendidikan dasarnya ditempuh di sekolah  Muhammadiyah Yogyakarta.  Rasjidi kemudian melanjutkan sekolah menengahnya di perguruan Al Irsyad al Islamiyah, Malang, dibawah pimpinan Syekh Ahmad Surkati, pendiri organisasi Al-Irsyad Islamiyah.  Rasjidi termasuk yang sangat tinggi semangat mencari ilmunya, karena ia diajar oleh guru-guru yang bukan hanya dari Indonesia, tapi juga dari Mesir, Sudan dan Mekkah.

            Syekh Ahmad Surkati pendiri al Irsyad al Islamiyah, mendidik langsung Rasjidi dengan seksama.  Menurut Surkati, Rasjidi adalah anak yang tekun dan cerdas, sehingga dicintai guru-gurunya. Kepandaian Rasjidi dalam bahasa Arab – mampu menghafal Kitab Alfiyah Ibnu Malik dalam usia 15 tahun — menjadikannya diangkat sebagai asisten pelajaran gramatika bahasa Arab. Dalam usia remaja itu, Rasjidi juga hafal buku Logika Aristoteles yang berjudul “Matan as Sullam.”

            Perkenalannya dengan banyak guru-guru Timur Tengah itu, menjadikan Rasjidi bersemangat melanjutkan studinya di Mesir. Di sini,  selain mempelajari ilmu-ilmu agama, di Sekolah Persiapan Darul Ulum (setingkat Sekolah Menengah) ia juga diajar aljabar, ilmu bumi, sejarah dan lain-lain. Rasjidi menguasai bahasa Perancis, Inggris, Arab dan Belanda tentunya. Ia pun menjadi seorang hafizh, hafal al Qur’an 30 juz.

Soebagijo IN menceritakan: “Dengan diantar oleh Syekh Thantawy Djauhary pengarang Tafsir al Jawahir  yang masyhur serta sahabat karib Syekh Ahmad Surkati, dia mendaftarkan ke Sekolah Persiapan untuk memasuki Sekolah Guru Tinggi bahasa Arab yang bernama Darul Ulum (kelas III)...Rasjidi diuji untuk masuk kelas V.  Di kelas itu dia belajar 8 bulan lamanya, dan akhirnya berhasil  meraih diploma Sekolah Menengah Umum dengan agama dan hafal al Qur’an secara lengkap, yakni 30 juz Al Qur’an, di samping mendapatkan sertifikat untuk mata pelajaran bahasa Inggeris dan Prancis. Karena di sana berlaku sistem Prancis, maka di Mesir diploma Sekolah Menengah Lanjutan disebut surat ijazah Baccalaureat. Dengan ijazah Baccalaureat  itu, Rasjidi berhak meneruskan ke perguruan tinggi.”

Lanjut baca,

https://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/mengenal-sosok-menteri-agama-pertama-ri:--prof.-hm-rasjidi,-sang-diplomat-dan-cendekiwan-besar

 

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait