Artikel Terbaru (ke-1.580)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 26 November 2013, situs resmi Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Wilayah 12 (Maluku dan Maluku Utara) (https://kopertis12.or.id) menerbitkan artikel berjudul: “DEHUMANISASI PENDIDIKAN KEDOKTERAN”. Artikel ini penting untuk dibaca, demi kebaikan pendidikan dan kondisi rakyat Indonesia kedepan.
Lebih menarik, karena artikel itu ditulis oleh Prof. Satryo Soemantri Brodjonegoro, Dirjen Pendidikan Tinggi Kemendikbud periode 1999-2007. Berarti, Prof. Satryo pernah menjadi pejabat tinggi yang bertanggung jawab terhadap pendidikan tinggi di Indonesia, selama delapan tahun. Artinya, ia memiliki otoritas untuk beropini tentang kondisi pendidikan tinggi di Indonesia.
Artikelnya tentang pendidikan kedokteran di Indonesia sangat mengkhawatirkan. Judulnya saja: Dehumanisasi Pendidikan Kedokteran. Artinya, Pendidikan Kedokteran di Indonesia mengalami proses menjadi semakin tidak manusiawi. Berikut ini kita artikel Prof. Satryo tersebut:
“Dalam bidang pendidikan kedokteran, pertumbuhan pesat fakultas kedokteran, baik negeri maupun swasta, sama sekali tak mampu meningkatkan kesehatan masyarakat. Pertumbuhan jumlah dokter yang pesat, karena disediakan oleh banyak fakultas kedokteran, sama sekali tak mampu meningkatkan kesehatan masyarakat...”
“… Berdasarkan hal itu, tampak jelas pendidikan kedokteran di Indonesia belum mengenai sasaran yang seharusnya. Tujuan pendidikan kedokteran telah menyimpang jauh dari yang seharusnya...
Kalau kemudian dokter itu ingin mendapatkan uang banyak, pasienlah yang jadi sasarannya. Artinya, untuk pelayanan dokter tersebut dikenai biaya cukup tinggi untuk setiap kunjungan pasien. Makin banyak pasien dan makin sering pasien datang, pendapatan dokter akan sangat banyak. Belum lagi adanya kerja sama antara dokter dan perusahaan obat serta apotek di mana pasien diarahkan untuk menggunakan obat tertentu melalui apotek tertentu…” “… Animo masyarakat untuk belajar kedokteran dengan bersedia membayar mahal kemudian ditangkap kalangan oportunis perguruan tinggi dengan serta-merta mendirikan fakultas kedokteran. Mereka melihatnya sebagai peluang emas untuk menarik uang kuliah yang cukup tinggi dari mahasiswa…”
“Mereka menganggap fakultas kedokteran merupakan mesin uang perguruan tinggi. Terjadi simbiosis mutualistis antara calon mahasiswa kedokteran dan fakultas kedokteran. Gejala ini sangat tidak sehat karena mengorbankan mutu dan hakikat pendidikan kedokteran. Pada akhirnya mengorbankan masyarakat di mana kegiatan pelayanan dokter telah berubah jadi kegiatan transaksional berbiaya tinggi…”
“… Gejala ini tidak boleh dibiarkan dan harus segera dihentikan oleh kalangan akademisi di perguruan tinggi. Paradigma pendidikan kedokteran dan pola pikir dokter harus diubah dari orientasi diri menjadi orientasi pasien. Artinya, pendidikan dokter harus berorientasi kepada pasien, bukan berorientasi kepada mahasiswa dan dosen… Demikian juga dokter harus berubah pola pikirnya, tak lagi memikirkan diri sendiri, tetapi memikirkan nasib pasien. Pendidikan kedokteran harus mampu menciptakan masyarakat yang sehat melalui dokter yang dihasilkannya, pendidikan kedokteran harus humanis supaya tidak menyimpang dari hakikatnya, yaitu menyelamatkan manusia. Apabila tidak dilakukan pendekatan humanis, pendidikan tidak akan bermakna untuk masyarakat.
Pendidikan kedokteran tak dapat dilaksanakan berdasarkan kebutuhan pasar (market driven) dan pendidikan kedokteran tidak dibenarkan untuk memperoleh keuntungan (profit making) karena bertentangan dengan amanah yang diembannya untuk melayani dan menyelamatkan manusia. Pendidikan kedokteran seyogianya ditangani secara penuh oleh negara demi mengamankan kepentingan publik. Sektor pendidikan dan kesehatan seyogianya merupakan tugas pelayanan oleh negara.”
Lanjut baca,
MENGERIKAN: TERJADI DEHUMANISASI PENDIDIKAN KEDOKTERAN (adianhusaini.id)