Artikel Terbaru (ke-1.619)
Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Rangkaian kegiatan Miss Universe tahun 2023 telah memicu kehebohan. Sejumlah peserta mengaku dilecehkan dan mengadukan kasusnya ke polisi. Situs detik.com melaporkan, peserta tidak bisa menerima perlakuan body checking dan foto telanjang untuk finalis Miss Universe Indonesia 2023.
Pengacara korban, Mellisa Anggraini menyebut bahwa ada tiga pria yang terlibat dalam kasus pelecahan tersebut. "Itu yang kita minta polisi dalami, siapa saja mereka. Yang jelas mereka bukanlah orang-orang yang berkepentingan," ujar Melissa. (11/8/2023).
Sebelumnya, polisi mengungkap momen finalis Miss Universe Indonesia 2023 melakukan body checking dan difoto tanpa busana. Polisi mengatakan hal tersebut dilakukan bukan oleh ahli, melainkan orang yang tidak berkapasitas.
"Tempatnya juga sedikit terbuka, kemudian juga para korban ini merasa dipaksa untuk melepas bajunya kemudian difoto dan sebagainya. Bukan oleh ahli medis melainkan orang-orang yang berkapasitas," kata Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi, Jumat (11/8).
Selain itu, lanjut Hengki, proses tersebut disaksikan oleh 3 orang pria dan saksi lain yang ada di lokasi. "Menurut keterangan pelapor, di sana ada 3 orang laki-laki, kemudian juga ada satu orang wanita sekitar beberapa saksi yang lain," ujarnya. (selengkapnya https://news.detik.com/berita/d-6872140/finalis-miss-universe-minta-polisi-usut-3-pria-yang-saksikan-body-checking).
*****
Andaikan tidak ada pelaporan terhadap kasus Miss Universe ini, mungkin perhelatan Miss Universe 2023 itu akan dianggap ”baik-baik” saja. Seperti biasa, dalam setiap kontes kecantikan, perempuan-perempuan muda diseleksi tubuhnya, lalu disuruh berpakaian seminim mungkin, kemudian dipertontonkan di depan umum dan disaksikan oleh ribuan mata lelaki.
Apakah dalam timbangan akal sehat dan nilai-nilai Pancasila, tindakan seperti ini tidak termasuk kategori pelecahan perempuan? Dan andaikan yang difoto telanjang pun menerima saja, apakah itu tidak bisa dikategorikan sebagai tindak pelecehan terhadap kaum perempuan.
Ada baiknya, dalam kasus seperti ini, kita mengingat kembali pandangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 1977-1982, Dr. Daoed Joesoef. Dalam memoarnya yang berjudul ”Dia dan Aku: Memoar Pencari Kebenaran”, (Jakarta: Kompas, 2006), Daoed Joesoef menyatakan:”Pemilihan ratu-ratuan seperti yang dilakukan sampai sekarang adalah suatu penipuan, disamping pelecehan terhadap hakikat keperempuanan dari makhluk (manusia) perempuan.”
Daoed Joesoef menyatakan dukungannya terhadap aktivitas bisnis, tetapi harus tetap mengedepankan etika. ”Janganlah menutup-nutupi target keuntungan bisnis itu dengan dalih muluk-muluk, sampai-sampai mengatasnamakan bangsa dan negara,” tulis Daoed Joesoef, yang pernah menjadi dosen di FE-UI.
Lanjut baca,