Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Dalam berbagai kesempatan, mungkin kita pernah mendengar ada orang yang menyatakan, bahwa karena Indonesia adalah negara yang plural, maka tidak cocok untuk menerapkan ajaran suatu agama. Tetapi, pemikiran sekuler yang memisahkan agama dengan konstitusi merupakan hal yang baik bagi negara pluralis seperti Indonesia.
Katanya, pemikiran untuk memisahkan antara agama dan konstitusi sama sekali bukan hal terlarang. Bahkan, ada yang secara tegas menyatakan, bahwa kita harus lebih patuh pada ayat konstitusi dari pada ayat suci. Sebab, dalam kehidupan bernegara, tentu yang dipakai adalah ayat konstitusi.
Cara pandang seperti itu tidak tepat diterapkan untuk orang muslim. Orientalis terkenal Prof. Bernard Lewis cukup jeli mengamati perbedaan karakteristik Islam dan Kristen soal sekularisasi ini.
Menurut Lewis, alasan kenapa kaum Muslim tidak mengembangkan dan menolak keras gerakan sekuler disebabkan perbedaan kontras antara pengalaman sejarah Islam dan Kristen. (The reason why Muslims developed no secularist movement of their own, and reacted sharply against attempts to introduce one from abroad, will thus be clear from the contrasts between Christian and Muslim History and experience).(Bernard Lewis, What Went Wrong? Western Impact and Middle Eastern Response, (London: Phoenix, 2002).
Jadi, memang orang muslim dan orang Kristen memiliki perjalanan sejarah yang berbeda. Trauma masyarakat Kristen Eropa terhadap konflik-konflik agama di Eropa dan pengalaman pahit sistem Teokrasi menyebabkan mereka memilih jalan hidup tanpa agama.
Bahkan, menurut Harvey Cox, sekularisasi itu memiliki akar pemahaman dalam Bibel. Dalam bukunya, The Secular City: Secularization and Urbanization in Theological Perspective, (New York: The Macmillan Company, 1967), Cox menempatkan datu bab berjudul: “The Biblical Source of Secularization”. Ia mengutip penyataan teolog Jerman Friedrich Gogarten: “Secularization is the legitimate consequence of the impact of biblical faith on history.”
Sekularisasi didefinisikan Harvey Cox sebagai “pembebasan manusia dari asuhan agama dan metafisika, pengalihan perhatiannya dari ‘dunia lain’ menuju dunia kini. (Secularization is the liberation of man from religious and metaphysical tutelage, the turning of his attention away from other worlds and towards this one).
Karena sudah menjadi satu keharusan, menurut Harvey Cox, maka kaum Kristen tidak patut untuk menolak sekularisasi. Sebab sekularisasi merupakan konsekuensi otentik dari kepercayaan Bible. Maka, tugas kaum Kristen adalah menyokong dan memelihara sekularisasi. (Far from being something Christians should be against, secularization represents an authentic consequence of biblical faith. Rather than oppose it, the task of Christians should be to support and nourish it).
Lanjut baca,