Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)
Pada 10 November 2019, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan imbauan, agar umat Islam dan para pemangku kebijakan atau pejabat publik, tidak mengucapkan salam dari agama lain saat membuka acara resmi. Imbauan itu termaktub dalam surat edaran bernomor 110/MUI/JTM/2019 yang ditandatangani oleh Ketua MUI Jatim KH. Abdusshomad Buchori dan Sekretaris Umum Ainul Yaqin.
Dalam surat itu, MUI Jatim menyatakan bahwa mengucapkan salam semua agama merupakan sesuatu yang bid’ah, mengandung nilai syuhbat, dan patut dihindari oleh umat Islam. "Mengucapkan salam pembuka dari semua agama yang dilakukan oleh umat Islam adalah perbuatan baru yang merupakan bidah, yang tidak pernah ada di masa lalu. Minimal mengandung nilai syubhat, yang patut dihindari," demikian penggalan bunyi surat tersebut, saat diterima CNNIndonesia.com, Minggu (10/11/2019).
MUI Pusat, melalui Sekjen-nya, M. Anwar Abbas juga menyatakan, umat Islam sudah sepatutnya mengucap salam dan doa sebagaimana yang diajarkan pendahulunya agar tak membuat murka Allah SWT.
Menurut Anwar Abbas, imbauan MUI Jatim soal salam multi agama itu sudah sesuai dengan ketentuan Al-Quran dan al-Hadits. Selain memiliki unsur dimensi muamalah atau hubungan kepada sesama, kata Anwar, doa dalam Islam juga sangat erat dengan dimensi teologis dan ibadah.
"Oleh karena itu seorang muslim harus berhati-hati di dalam berdoa dan jangan sampai dia melanggar ketentuan yang ada, karena ketika dia berdoa, maka dia hanya akan berdoa dan akan meminta pertolongan dalam doanya tersebut, hanya kepada Allah SWT saja, tidak boleh kepada lainnya," ujar Anwar melalui keterangan tertulis yang diterima CNNIndonesia.com, Minggu (10/11/2019).
Bahkan, tegas Anwar Abbas, “Kalau ada orang Islam dan orang yang beriman kepada Allah berdoa dan meminta pertolongan kepada selain Allah SWT maka murka Tuhan pasti akan menimpa diri mereka," ujar Anwar.
Memuja Sang Buddha
Imbauan MUI tentang salam multi-agama itu merupakan hal serius. Imbauan itu ditujukan kepada internal umat Islam, demi kebaikan dan keselamatan agama mereka. Sebab, itu memang terkait dengan masalah pemikiran dan keimanan. Sebagai contoh, jika ada seorang muslim yang mengucapkan “namo Buddhaya” , maka itu artinya ia telah mengucapkan: “Terpujilah Buddha!”
Lanjut baca.
http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/nasib-imbauan-mui-dan-makna-namo-buddhaya