Oleh: Dr. Adian Husaini (Ketua Program Doktor Pendidikan Islam – Universitas Ibn Khaldun Bogor)
Setelah pengesahan RUU Ombinus Law didemo besar-besaran pada 8 Oktober 2020 oleh berbagai komponen masyarakat, Presiden Joko Widodo memberikan klarifikasi pada keesokan harinya (Jumat, 9/10/2020). Banyak hal yang disampaikan Presiden. Dalam artikel ini, kita hanya menelaah bagian pendidikan.
Dalam keterangannya, Presiden Joko Widodo menjelaskan, bahwa
pengaturan soal pondok pesantren masih merujuk pada aturan sebelumnya. Omnibus Law tak membuat aturan khusus soal pesantren.
"Izin pendidikan tidak diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja, apalagi perizinan pendidikan pondok pesantren. Ini tidak diatur sama sekali dalam Undang-undang Cipta Kerja dan aturan yang selama ini (ada), tetap berlaku," kata Jokowi. (https://www.cnnindonesia.com/nasional/20201009180042-20-556663/jokowi-klaim-omnibus-law-tak-rugikan-pondok-pesantren)
Masih kata Presiden Jokowi, UU Cipta Kerja Omnibus Law tak mendukung komersialisasi pendidikan. Omnibus Law hanya mengatur soal pendidikan di Kawasan Ekonomi Khusus, bukan di seluruh wilayah.
"Yang diatur hanya pendidikan formal di Kawasan Ekonomi Khusus, KEK, sedangkan izin pendidikan tidak diatur dalam Undang-undang Cipta Kerja," ujarnya.
*****
Pasal yang dikhawatirkan kalangan pondok pesantren itu kemudian dihapus. Tapi, munculnya pasal perijinan pendidikan dalam RUU Omnibus Law menimbulkan dugaan, bahwa konseptor RUU Omnibus Law tidak memahami hakikat pendidikan, sehingga lembaga pendidikan disamakan statusnya dengan lembaga usaha.
Kekhawatiran itu muncul karena sempat ada pasal yang menyatakan, bahwa siapa yang menyelenggarakan pendidikan formal atau nonformal tanpa izin dari pusat, bisa dikenakan sanksi pidana.
Lanjut baca,