PENGALAMAN PAK NATSIR BELAJAR MENJADI PEMIMPIN

PENGALAMAN PAK NATSIR BELAJAR MENJADI PEMIMPIN

Oleh: Dr. Adian Husaini (www.adianhusaini.id)

            Majalah Panji Masyarakat edisi bulan Mei tahun 1987 pernah memuat wawancara dengan Mohammad Natsir. Judulnya ditulis: “Pemimpin Harus Berakhlak Mulia.”  Tahun 1988, wawancara itu – bersama beberapa wawancara lainnya – diterbitkan menjadi buku kecil oleh penerbit Media Dakwah.

            Meskipun wawancara itu singkat, ada sejumlah penjelasan Pak Natsir tentang proses pendidikan kepemimpinan yang perlu kita cermati dan kita ambil pelajaran. Berikut ini petikan wawancara Panji Masyarakat (PM) dengan Mohammad Natsir (MN):

*****

            PM: Berbicara tentang pemimpin, menarik sekali penilaian sejarawan Amerika terkemuka George Mc Turnan Kahin terhadap para tokoh Masyumi. Kahin menilai, kebanyakan tokoh-tokoh Masyumi mempunyai kepribadian, integritas moral dan kesederhanaan hidup yang memikat. Bagaimana kesan dan pengalaman Bapak sendiri?

            MN: Kami selalu berusaha mengikuti petunjuk Rasulullah saw sebagaimana pernah disabdakannya: Aku tinggalkan dua hal yang apabila kamu berpegang padanya kamu tidak akan sesat selama-lamanya: Kitabullah dan Sunnah Rasul.

            Waktu masih muda, kami menjadi aktivis Jong Islamieten Bond (JIB) bersama-sama dengan saudara (Mohammad) Roem, Kasman (Singodimedjo), Wiwoho dan lain-lain.  Kami aktif menyelenggarakan berbagai kegiatan, diantaranya adalah studi tentang Islam. Menyadari bahwa kami semua bukanlah keluaran pesantren, malah kami didikan sistem pendidikan kolonial Belanda, maka studi Islam kami laksanakan dengan seintensif mungkin. Kamisering mengundang dan mendatangi para kyai di pesantren untuk mendiskusikan soal-soal Islam.

            Tapi memang, orang yang sangat berjasa dalam membimbing kami dan mengembangkan JIB adalah Haji Agus Salim. Pengetahuannya yang luas dalam bidang agama dan kemasyarakatan, menjadika H. Agus Salim menjadi tempat bertanya bagi kami semua. Saya sendiri meskipun telah berguru kepada ustad A. Hassan, merasa banyak mendapat bimbingan dari H. Agus Salim.

            Suasana yang muncul waktu itu sedemikian rupa, yakni ikhlas, terbuka, dan penuh kerelaan satu sama lain. Inilah yang memungkinkan kami bisa mengembangkan diri dengan baik. Kecuali itu, kami semua selalu berusaha berpegang pada dua pusaka yang diwariskan oleh Rasulullah tadi, yakni Qur’an dan Sunnah Rasul.

            Proses inilah yang telah melahirkan pemimpin-pemimpin dalam JIB. Para pemimpin itu muncul didukung oleh suasana keterbukaan, keikhlasan, dan persahabatan yang erat satu sama lain. Tak satu pun diantara para pemimpin yang muncul dalam JIB itu di “SK” (Surat Keputusan)-kan dari “atasan”. Masing-masing sudah tahu siapa yang layak menjadi pemimpin.

lanjut baca, 

http://member.adianhusaini.id/member/blog/detail/pengalaman-pak-natsir-belajar-menjadi-pemimpin

Dipost Oleh Super Administrator

Admin adianhusaini.id

Post Terkait

Tinggalkan Komentar